Makalah Implementasi Strategi Pelaksanaan Strategi

IMPLEMENTASI STRATEGI


Implementasi strategi (pelaksanaan strategi) adalah hal yang sulit dilakukan. Perumusan strategi yang sukses tidak menjamin implementasi yang sukses pula. Rencana strategis yang paling sempurna sekalipun hanya memberikan sumbangan kecil bagi pencapaian tujuan jika tidak diimplementasikan. Sebaliknya, rencana yang kurang sempurna apabila diimplementasikan dengan baik dapat meraih hasil yang lebih baik dibandingkan rencana yang sempurna di atas kertas. Jadi, dapat dikatakan implementasi strategi adalah hal yang sangat penting karena perubahan datang dari implementasi dan evaluasi, bukan dari perencanaan.

Walaupun saling berhubungan, implementasi strategi secara fundamental berbeda dengan perumusan strategi. Perbedaan itu ditunjukkan pada tabel berikut:




No.

Perumusan Strategi

Implementasi Strategi


1.

Adalah memosisikan kekuatan sebelum dilakukan tindakan

Adalah mengelola kekuatan yang mengelola semua hal selama tindakan dijalankan.


2.

Berfokus pada efektivitas.

Berfokus pada efisiensi.


3.

Terutama pada proses intelektual.

Terutama pada proses operasional.


4.

Membutuhkan keahlian intuitif dan analisis yang baik.

Membutuhkan motivasi khusus dan keahlian kepemimpinan.


5.

Membutuhkan koordinasi di antara beberapa individu

Membutuhkan koordinasi di antara banyak individu.


6.

Konsep dan alatnya tidak berbeda secara signifikan antara organisasi kecil maupun besar, organisasi yang mencari keuntungan maupun nirlaba.

Aktivitasnya berbeda secara signifikan berdasarkan tipe dan ukuran organisasi; misalnya antara organisasi jasa, manufaktur, dan pemerintahan.




Implementasi strategi membutuhkan tindakan seperti mengubah wilayah penjualan, menambah departemen baru, menambah fasilitas, merekrut karyawan baru, mengubah strategi harga, membuat anggaran keuangan, mengembangkan kebijakan pemberian kompensasi yang baru bagi karyawan, membuat prosedur pengawasan biaya, mengubah strategi iklan, membangun fasilitas baru, melatih karyawan baru, merotasi para manajer di antara divisi-divisi yang ada, dan membuat sistem informasi manajemen yang lebih baik. Tipe-tipe aktivitas ini berbeda secara signifikan antara organisasi jasa, manufaktur, dan pemerintahan.

Keberhasilan dalam menerapkan strategi membutuhkan dukungan, disiplin, dan kerja keras dari para manajer dan karyawan yang termotivasi untuk melakukannya. Tanpa adanya hal-hal tersebut, maka implementasi strategi tidak akan berhasil dengan baik.

Isu-isu manajemen seputar implementasi strategi meliputi menyusun tujuan tahunan, membuat kebijakan, mengalokasikan sumber daya, mengelola konfik, restrukturisasi dan desain ulang, merevisi rencana insentif dan pemberian imbalan kepada karyawan, meminimalkan resistensi terhadap perubahan, menyeleraskan manajer dengan strategi, menegmbangkan budaya yang mendukung strategi, mengadaptasi proses produksi/operasi, mengembangkan fungsi sumber daya manusia yang efektif, dan jika perlu melakukan penyusutan ukuran perusahaan.





A. TUJUAN TAHUNAN


Tujuan tahunan (annual objectives) adalah target jangka pendek yang harus dicapai organisasi untuk mencapai tujuan jangka panjangnya. Tujuan tahunan merupakan hal yang esensial dalam implementasi strategi, karena mereka:

1) menunjukkan dasar pengalokasian sumber daya;

2) merupakan mekanisme utama untuk mengevaluasi para manajer;

3) merupakan instrument utama untuk memonitor kemajuan dalam mencapai tujuan jangka panjang; dan

4) membuat prioritas divisional dan departemental untuk organisasi.



Tujuan tahunan harus bisa diukur, konsisten, beralasan, menantang, jelas, dikomunikasikan ke seluruh organisasi, memiliki karakter yang disesuaikan dengan dimensi waktu, dan dilengkapi dengan bentuk penghargaan dan sanksi. Penghubungan antara penghargaan dan sanksi dengan tujuan tahunan merupakan hal yang penting, sehingga karyawan dan manajer bisa memahami bahwa mencapai tujuan merupakan hal yang kritikal bagi kesuksesan implementasi strategi. Tujuan tahunan yang jelas tidak menjamin implementasi strategi menjadi sukses, namun ia meningkatkan kemungkinan tujuan seseorang (karyawan) dan organisasi bisa tercapai.





B. KEBIJAKAN



Kebijakan (policy) adalah alat untuk mencapai tujuan tahunan. Kebijakan mencakup pedoman, peraturan, dan prosedur yang dibuat untuk mendukung usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kebijakan adalah pedoman untuk pengambilan keputusan dan memberi jawaban atas situasi yang rutin dan berulang.

Kebijakan, seperti tujuan tahunan, merupakan instrumen yang penting dalam implementasi strategi, karena di sana dijelaskan harapan organisasi terhadap karyawan dan manajernya. Kebijakan menciptakan penghalang, batasan, dan hambatan dalam bentuk tindakan administratif yang dapat diambil untuk memberi penghargaan dan perhatian pada perilaku; selain itu mereka juga menjelaskan apa yang bisa dan apa yang tidak bisa dilakukan dalam mengejar pencapaian tujuan organisasi. Kebijakan juga memungkinkan adanya konsistensi dan koordinasi di dalam dan di antara departemen.





C. ALOKASI SUMBER DAYA



Alokasi sumber daya (resource allocation) adalah aktivitas sentral dalam manajemen yang memungkinkan eksekusi terhadap strategi. Adanya manajemen strategis memungkinkan sumber daya bisa dialokasikan berdasarkan prioritas yang dibuat dalam tujuan tahunan. Alokasi sumber daya yang tidak konsisten dengan prioritas yang ada dalam tujuan tahunan dapat mengancam manajemen strategis dan kesuksesan organisasi.

Semua organisasi memiliki setidaknya empat tipe sumber daya yang bisa digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu: sumber daya keuangan, sumber daya fisik, sumber daya manusia, dan sumber daya teknologi. Beberapa faktor yang dapat menghambat alokasi sumber daya yang efektif, antara lain yaitu proteksi yang berlebihan terhadap sumber daya tertentu, terlalu menekankan pada criteria keuangan jangka pendek, politik organisasi, target strategi yang kurang jelas, tidak berani mengambil resiko, dan kekurangan pengetahuan yang dibutuhkan.

Alokasi sumber daya yang efektif tidak menjamin implementasi sumber daya yang sukses karena program, personel, kontrol, dan komitmen harus terserap dalam sumber daya yang disediakan.



D. MENGELOLA KONFLIK



Konflik (conflict) dapat didefinisikan sebagai suatu ketidaksepakatan antara dua pihak atau lebih dalam suatu isu atau beberapa isu. Membuat tujuan tahunan dapat menimbulkan konflik karena tiap individu memiliki persepsi dan ekspektasi yang berbeda, jadwal bisa mengakibatkan tekanan, kepribadian yang tidak cocok, dan terjadi kesalahpahaman antar-lini manajer (seperti supervisor produksi) dan staf manajer (seperti spesialis SDM). Konflik tidak bisa dihindari dalam organisasi, sehingga penting untuk mengelolanya dan menyelesaikannya sebelum hal tersebut memengaruhi kinerja organisasi.

Konflik tidak selalu buruk. Ketiadaan konflik merupakan sinyal terjadinya apatisme dan indiferen. Konflik dapat dijadikan alat untuk mendorong kelompok yang berhadapan untuk bertindak dan mungkin membantu manajer mengidentifikasi masalah.

Pendekatan dalam mengelola dan menyelesaikan konflik dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu:

1) Penghindaran (avidance), merupakan tindakan mengabaikan masalah dengan harapan konflik dapat selesai dengan sendirinya atau secara fisik memisahkan individu-individu (kelompok) yang berkonflik.

2) Penyatuan (defusion), termasuk menyingkirkan perbedaan antarpihak yang berkonflik dan pada saat bersamaan menekankan kesamaan dan kepentingan bersama, berkompromi sehingga tidak ada pihak yang merasa dikalahkan atau dimenangkan, mengalihkan pada aturan mayoritas, menarik perhatian otoritas yang lebih tinggi, dan mendesain ulang posisi saat ini.

3) Konffrontasi (confrontation), bisa disederhanakan dengan saling bertukar anggota antarpihak yang berkonflik, sehingga masing-masing akan mengerti sudut pandang pihak lain, atau melakukan pertemuan yang mana masing-masing pihak mempresentasikan pandangan mereka dan bekerja dengan perbedaan yang ada.





E. MENYESUAIKAN STRUKTUR DENGAN STRATEGI



Perubahan dalam strategi membutuhkan perubahan struktur organisasi karena dua alasan utama berikut:

Pertama, struktur secara luas menunjukkan bagaimana tujuan dan kebijakan dibuat. Misalnya, tujuan dan kebijakan dibuat dalam kerangka produk suatu organisasi, yang strukturnya juga berdasar pada kelompok produk. Format struktur untuk mengembangkan tujuan dan kebijakan dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap aktivitas implementasi strategi yang lain.

Kedua, struktur menunjukkan bagaimana sumber daya akan dialokasikan. Jika struktur organisasi berdasar pada kemlompok konsumen, maka sumber daya akan dialokasikan menurut pembagian tersebut. Kecuali strategi baru atau yang telah direvisi ditempatkan dengan penekanan yang sama dengan strategi lama, maka reorientasi structural akan menjadi bagian dari implementasi strategi.



Tidak dapat dipungkiri bahwa struktur dapat mempengaruhi strategi. Struktur dapat pula membentuk pilihan atas strategi. Hal yang penting diperhatikan adalah menentukan tipe perubahan struktural yang dibutuhkan untuk menerapkan strategi baru dan bagaimana perubahan tersebut dapat dicapai. Isu ini dapat diperhatikan dengan berfokus pada beberapa tipe dasar dari struktur organisasi, yaitu:

1) Struktur Fungsional (Functional Structure)

Struktur ini mengelompokkan tugas dan aktivitas berdasarkan fungsi bisnis, seperti produksi/operasi, pemasaran, keuangan/akuntansi, litbang, dan sistem informasi manajemen.

Keuntungan struktur ini: sederhana dan murah, mendorong spesialisasi pekerja, mendorong efisiensi, meminimalkan kebutuhan bagi sistem kontrol, dan memungkinkan pengambilan keputusan secara cepat.

Kelemahan struktur ini: ia menuntut adanya akuntabilitas dari manajemen tingkat atas, meminimalkan peluang pengembangan karier dan terkadang diasosiasikan dengan moral karyawan yang rendah, konflik antara lini dan staf, delegasi wewenang yang lemah, serta perencanaan pasar dan produk yang kurang memadai. Sebagian besar perusahaan besar tidak memakai struktur ini dengan tujuan melakukan desentralisasi dan meningkatkan akuntabilitas.



2) Struktur Divisional (Divisional Structure) atau Struktur Desentralisasi (Desentralized Structure)

Struktur ini umumnya dibutuhkan untuk memotivasi karyawan, mengendalikan operasi, dan meraih kesuksesan dalam bersaing di lokasi majemuk.

Keuntungan struktur ini: akuntabilitas menjadi jelas sehingga manajer divisional dapat diminta pertanggungjawabannya atas penjualan dan tingkat keuntungan, moral karyawan umumnya lebih tinggi, menciptakan peluang pengembangan karier bagi manajer, memungkinkan kontrol lokal dari suatu situasi, mengarahkan organisasi pada iklim kompetisi, serta memungkinkan bisnis dan produk baru ditambahkan dengan mudah.

Keterbatasan struktur ini yang paling penting adalah ia mahal karena membutuhkan spesialis fungsional yang harus dibayar, terdapat duplikasi layanan staf, fasilitas, dan personel, serta adanya pemberian gaji yang tinggi bagi manajer yang bagus dan memenuhi syarat agar mampu mendelegasikan wewenang.

Struktur divisional dapat disusun dalam salah satu dari empat cara berikut, yaitu:

· Struktur divisional berdasarkan area geografis (divisional structure by geographic area), sesuai bagi organisasi yang strateginya harus disesuaikan agar cocok dengan kebutuhan dan karakteristik konsumen di area geografis yang berbeda. Tipe struktur ini juga disesuaikan bagi organisasi yang memiliki fasilitas kantor cabang yang berlokasi di area yang luas.

· Struktur divisional berdasarkan produk atau jasa (divisional structure by product or service), paling efektif menerapkan strategi ketika produk barang atau jasa yang spesifik memerlukan penekanan khusus. Tipe struktur ini juga banyak digunakan ketika organisasi menawarkan sedikit produk atau jasa, atau ketika produk atau jasa organisasi berbeda secara substansial.

· Struktur divisional berdasarkan konsumen (divisional structure by customer), memungkinkan organisasi untuk memberikan secara efektif syarat yang dibutuhkan kelompok konsumen ketika beberapa konsumen utama memiliki tingkat kepentingan yang tinggi dan terdapat berbagai layanan yang disediakan untuk konsumen tersebut. Tipe struktur ini bisa menjadi cara yang paling efektif untuk menerapkan strategi.

· Struktur divisional berdasarkan proses (divisional structure by process), hampir serupa dengan struktur fungsional karena aktivitas dilakukan berdasarkan bagaimana pekerjaan dilakukan, namun terdapat perbedaan utama antara keduanya. Perbedaan itu yakni departemen fungsional tidak bisa bertanggung jawab atas keuntungan dan pendapatan, sedangkan struktur divisional dievaluasi berdasarkan kriteria tersebut. Semua operasi yang berhubungan dengan proses spesifik tertentu dikelompokkan ke dalam divisi terpisah, yang mana setiap divisi bertanggung jawab untuk mendapatkan pendapatan dan keuntungan.



3) Struktur Strategic Business Unit (SBU)

Struktur ini mengelompokkan divisi-divisi yang sama ke dalam unit bisnis strategis dan mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab untuk setiap unit kepada eksekutif senior yang melapor secara langsung kepada CEO. Perubahan dalam struktur dapat memfasilitasi implementasi strategi dengan cara meningkatkan koordinasi antardivisi yang sama dan menghubungkan akuntabilitas ke unit bisnis yang berbeda.

Dua kelemahannya adalah ia memerlukan tambahan lapisan manajemen, yang mengakibatkan meningkatnya pengeluaran gaji, dan peran dari wakil presiden untuk grup tersebut menjadi kurang jelas. Namun, keterbatasan ini tidak mengecilkan keuntungan SBU berupa meningkatnya koordinasi dan akuntabilitas.



4) Struktur Matriks (Matrix Structure)

Struktur ini merupakan struktur yang paling kompleks dari semua desain yang ada karena ia bergantung pada alur kewenangan dan komunikasi vertical maupun horizontal (sehingga disebut matriks). Struktur ini dapat mengakibatkan overhead (ongkos-ongkos perusahaan) yang lebih besar karena ia menciptakan posisi-posisi manajemen yang baru. Karakteristik lainnya yaitu adanya kewenangan anggaran dua lini (pelanggaran terhadap prinsip kesatuan wewenang), dua sumber dalam pemberian penghargaan dan sanksi, pembagian kewenangan, dua saluran pelaporan, dan kebutuhan sistem komunikasi yang ekstensif dan efektif. Keefektifan struktur ini bergantung pada perencanaan partisipatif, pelatihan, saling memahami peran dan tanggung jawab secara jelas, komunikasi internal yang baik, serta saling mempercayai dan meyakini satu sama lain.

Beberapa keuntungan struktur ini adalah tujuan proyek yang jelas, terdapat banyak saluran komunikasi karyawan sehingga mereka dapat melihat hasil pekerjaannya, dan penghentian proyek dapat dilakukan relative lebih mudah.





F. RESTRUKTURISASI, REENGINERING DAN E-ENGINEERING



· Restrukturisasi

Restrukturisasi, juga disebut pengurangan (downsizing), rightsizing, atau penghilangan lapisan (delayering), adalah mengurangi ukuran perusahaan dalam artian jumlah karyawan, jumlah divisi atau unit, dan tingkat hierarki dalam struktur organisasi perusahaan. Pengurangan ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Restrukturisasi berpihak pada kepentingan pemegang saham daripada kepentingan karyawan. Beberapa perusahaan melakukan restrukturisasi setelah melakukan benchmarking. Benchmarking merupakan cara untuk membandingkan perusahaan dengan perusahaan terbaik yang ada pada industri dalam kriteria kerja yang luas. Beberapa rasio benchmarking yang biasanya dipakai untuk melakukan restrukturisasi antara lain: perbandingan-volume-penjualan (headcount-to-sales-volume), atau staf-perusahaan-dengan-karyawan-operasional (corporate-staff-to-operating-employees), atau bentuk lingkup kendali (span-of-control).

Manfaat utama dari restrukturisasi adalah pengurangan biaya. Ia dapat menyelamatkan perusahaan dari persaingan global dan keruntuhan. Selain itu, ia juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain adalah mengurangi komitmen karyawan, kreativitas, dan inovasi yang mengiringi ketidakpastian dan trauma yang berhubungan dengan penundaan dan pemecatan karyawan yang sesungguhnya, serta banyak orang yang tidak berambisi menjadi manajer dan banyak manajer yang mencoba keluar dari jalur manajemen.



· Rekayasa Ulang (Reengineering)

Rekayasa ulang; disebut pula manajemen proses, inovasi proses, dan desain ulang proses; meliputi konfigurasi ulang atau desain ulang pekerjaan, tugas, dan proses-proses untuk tujuan meningkatkan biaya, kualitas, layanan, dan kecepatan. Fokus rekayasa ulang adalah mengubah cara kerja yang telah ada sebelumnya, tidak memengaruhi struktur atau bagan organisasi dan tidak mengakibatkan pemecatan atau kehilangan pekerjaan. Reengineering ini lebih memihak kepentingan karyawan dan konsumen dibanding kepentingan pemegang saham.

Dalam reengineering, perusahaan menggunakan teknologi informasi unutk memecahkan halangan fungsional dan menciptakan sistem kerja berdasar pada proses bisnis, produk, atau output daripada fungsi atau input. Landasan engineering adalah desentralisasi, interdependensi yang berulang, dan penyebaran informasi. Manfaat dari rekayasa ulang adalah ia memberikan peluang pada karyawan untuk melihat secara lebih jelas bagaimana pekerjaan mereka memengaruhi produk akhir atau jasa yang sedang dipasarkan oleh perusahaan. Kelemahannya adalah ia juga dapat menurunkan kekhawatiran manajer, uyang bila tidak diatasi, akan menyebabkan trauma perusahaan.



· E-Engineering

E-engineering adalah proses perusahaan yang menemukan cara baru untuk melakukan bisnis melalui internet. Untuk merasakan manfaat menyeluruh dari internet, perusahaan perlu mengubah cara mereka menyalurkan barang, berurusan dengan pemasok, menarik konsumen, dan melayani konsumen. Internet menghilangkan monopoli/proteksi geografis yang dimiliki bisnis lokal.





G. MENGAITKAN KINERJA DENGAN STRATEGI PENGGAJIAN



Strategi penggajian yang tepat untuk karyawan dan manajerial dibutuhkan untuk memungkinkan terjadinya perpindahan jangka pendek dalam persaingan yang dapat mendorong usaha untuk meraih tujuan jangka panjang. Ragam pilihan untuk membuat orang, departemen, dan divisi agar secara aktif mendukung aktivitas implementasi strategi dalam organisasi hampir bisa dikatakan tak terbatas.

Beberapa kriteria yang sering digunakan untuk mengaitkan kinerja dengan strategi penggajian adalah:

· Pembagian keuntungan (profit sharing), adalah bentuk insentif kompensasi yang banyak digunakan untuk meningkatkan kinerja karyawan. Namun, terdapat kritik yang menekankan pada banyaknya faktor yang memengaruhi keuntungan untuk bisa menjadi criteria yang baik, seperti pajak, perumusan harga, atau suatu akuisisi yang bisa menggerogoti keuntungan. Selain itu, perusahaan berusaha meminimalkan keuntungan untuk mengurangi pajak.

· Pembagian gain (gain sharing), menuntut karyawan atau departemen untuk membuat target kinerja; jika hasil aktual melebihi target, maka semua anggota memperoleh bonus.

· Kriteria seperti penjualan, keuntungan, produksi, efesiensi, kualitas, dan keamanan, dapat juga digunakan sebagai basis untuk sebuah sistem bonus (bonus system) yang efektif untuk memotivasi individu guna mendukung usaha implementasi strategi. Selain itu, sistem bonus ganda juga dapat dilakukan dengan kombinasi strategi penghargaan insentif seperti kenaikan gaji, pemberian saham, imbalan yang memadai, promosi, pujian, pengakuan, kritik, ketakutan, peningkatan otonomi kerja, dan penghargaan.



Lima pertanyaan yang biasa digunakan untuk mengetahui apakah rencana penggajian-kinerja akan memberi manfaat bagi perusahaan, yaitu:

1) Apakah rencana tersebut memperoleh perhatian?

2) Apakah karyawan paham akan rencana tersebut?

3) Apakah rencana tersebut meningkatkan komunikasi?

4) Apakah rencana tersebut benar-benar akan dibayar jika target telah tercapai?

5) Apakah perusahaan atau unitnya berkinerja lebih baik?

H. MENGELOLA PENOLAKAN TERHADAP PERUBAHAN



Penolakan terhadap perubahan (resistence to change) dapat dilihat sebagai ancaman tunggal terbesar bagi keberhasilan implementasi strategi. Penolakan dalam bentuk sabotase mesin produksi, absensi, menyebarkan isu yang tidak benar, dan ketidakinginan bekerja sama biasanya terjadi dalam organisasi. Implementasi strategi yang berhasil bergantung pada kemampuan manajer untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan. Perubahan harus dilihat sebgai peluang, bukan sebagai suatu ancaman bagi manajer maupun karyawan.

Tiga strategi yang dapat dipakai untuk mengatasi penolakan perubahan pada proses implementasi strategi, yaitu:

· Strategi memaksakan perubahan (force change strategy) adalah memberikan perintah dan mendorong perintah tersebut agar dilaksanakan. Strategi ini memiliki kelebihan berupa kecepatan, namun menimbulkan rendahnya komitmen dan penolakan yang kuat.

· Strategi mengajarkan perubahan (educative change strategy) memberikan informasi untuk meyakinkan orang tentang pentingnya perubahan. Kekurangannya adalah implementasinya yang lambat atau sulit, namun kelebihannya adalah bisa mendorong komitmen yang lebih tinggi dan penolakan yang lebih lemah daripada strategi pemaksaan.

· Strategi menimbulkan ketertarikan dan merasionalkan perubahan (rational and self-interest change strategy) adalah strategi untuk meyakinkan individu bahwa perubahan memberi keuntungan personal bagi mereka. Jack Duncan menggambarkan strategi perubahan yang rasional dan muncul dari diri sendiri, terdiri atas empat langkah berikut:

1) Karyawan diundang untuk berpartisipasi dalam proses perubahan dan dalam detail-detail transisi. Partisipasi memungkinkan semua orang untuk memberikan pendapat, merasa menjadi bagian dari proses perubahan, dan mengenali kepentingan pribadi berdasarkan perubahan yang direkomendasikan.

2) Berbagai motivasi dan insentif untuk berubah diperlukan karena kepentingan pribadi menjadi motivator yang paling utama.

3) Komunikasi diperlukan sehingga orang dapat memahami tujuan dari perubahan.

4) Memberi dan menerima umpan balik. Hal ini dikarenakan semua orang menikmati saat mereka mengetahui bagaimana perubahan mengarah dan kemajuan apa saja yang telah dibuat.



Penyusun strategi harus berusaha menciptakan suasana kerja di mana perubahan dianggap perlu dan memberi manfaat, sehingga individu-individu yang ada dapat beradaptasi terhadap perubahan secara lebih mudah. Penyusun strategi juga perlu mengantisipasi perubahan dengan mengembangkan dan memberikan rapat kerja berupa pelatihan dan pengembangan, sehingga manajer dan karyawan dapat beradaptasi pada perubahan tersebut.







I. MENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP



Perusahaan harus merumuskan dan menerapkan strategi dengan perspektif lingkungan. Pengelolaan urusan lingkungan hidup ini tidak lagi bisa dijadikan fungsi insidental atau fungsi kedua dalam operasi organisasi. Hal ini dikarenakan kegagalan perusahaan memahami isu-isu dan tantangan lingkungan dapat membawa konsekuensi yang buruk.

Strategi berbasis lingkungan yaitu termasuk melakukan bisnis hijau, divestasi atau menutup bisnis yang merusak lingkungan, menjadi produsen utama berbiaya rendah melalui minimalisasi limbah dan pemeliharaan energi, serta melakukan strategi diferensiasi melalui produk hijau. Selain itu, perusahaan juga dapat menempatkan perwakilan lingkungan di dewan direksi, untuk melakukan audit lingkungan, memberikan bonus bagi hasil yang diharapkan, terlibat dalam isu dan program lingkungan, menyelaraskan nilai-nilai lingkungan hidup dengan pernyataan misi, merusmuskan tujuan yang berorientasi lingkungan, serta menyediakan program pelatihan bagi karyawan dan manajer perusahaan.

Perusahaan yang bisa mengelola urusan lingkungan dapat meningkatkan hubungan dengan lingkungan, regulator, vendor, dan pemain industri lainnya, dan yang lebih substansial lagi adalah bisa meningkatkan prospek keberhasilan mereka.





J. MENCIPTAKAN BUDAYA MENDUKUNG STRATEGI



Penyusun strategi harus terus menyediakan, menekankan, dan membangun berdasarkan aspek-aspek dari budaya (culture) yang ada yang mendukung strategi baru yang diajukan. Mengubah budaya perusahaan agar sesuai dengan strategi baru biasanya lebih efektif dibanding mengubah strategi untuk menyesuaikan dengan budaya perusahaan. Budaya perusahaan yang diubah termasuk rekruitmen, pelatihan, transfer, promosi, restrukturisasi desain organisasi, role modeling, dan dukungan kekuatan yang positif.

Jack Duncan menggambarkan triangulation sebagai suatu teknik mutimetode yang efektif untuk mempelajari dan mengubah budaya organisasi. Triangulation meliputi kombinasi penggunaan observasi yang memaksa, kuesioner yang diisi sendiri, dan wawancara personal untuk menentukan karakter alami dari budaya organisasi. Proses triangulation menimbulkan perubahan yang perlu dilakukan pada budaya organisasi untuk memanfaatkan strategi.

Ketika penyesuaian terhadap budaya cukup sulit dilakukan oleh organisasi yang berusaha mengubah arahnya, karyawan dan manajer sering mengalami perasaan yang sedih. Manajer dan karyawan kadang harus berjuang untuk memahami situasi yang telah berubah bertahun-tahun sebelumnya. Beberapa orang mengingat kenyamanan yang terjadi pada masa itu, sedang yang lain menemukan kenyamanan itu pada masa ini. Hubungan yang lemah antara manajemen strategis dan budaya organisasi dapat mengamncam kinerja dan kesuksesan.


Related Posts

0 Response to "Makalah Implementasi Strategi Pelaksanaan Strategi"

Post a Comment

Jika Postingan ini membantu kamu, ayo tinggalkan sedikit komentar agar Admin lebih bersemangat untuk terus menyediakan tulisan-tulisan yang bermanfaat bagi orang lain :)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel