Tugas Kuliah Makalah Pasar Modal
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................... 1
KATA PENGANTAR…………………………………………….. 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................ 4
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ............................................................ 8
2.2 Landasan Teori ............................................................................... 12
2.2.1 Pasar Modal ........................................................................ 12
2.2.1.1 Pengertian Pasar Modal ....................................... 12
2.2.1.2 Peranan dan Fungsi Pasar Modal ......................... 13
2.2.2 Saham ................................................................................. 15
2.2.2.1 Pengertian Saham ............................................... 15
2.2.2.2 Jenis - Jenis Saham .............................................. 15
2.2.2.3 Harga Saham ........................................................ 19
2.2.2.3.1 Pengertian Harga Saham ..................... 19
2.2.2.3.2 Pendekatan Penilaian Harga Saham ... 20
2.2.2.3.3 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi
Harga Saham ........................................ 22
2.2.3 Faktor - Faktor Fundamental Perusahaan ........................... 24
2.2.3.1 Pertumbuhan Penjualan (Growth Sales) .............. 25
2.2.3.2 Penjualan / Aktiva Lancar (SALCA) .................... 25
2.2.3.3 Saldo Laba / Total Aktiva (RETA) ....................... 26
2.2.4 Pengembangan Hipotesis ................................................... 27
2.2.4.1 Pengaruh Pertumbuhan Penjualan (Growth
Sales) Terhadap Harga Saham ............................ 27
2.2.4.2 Pengaruh Penjualan / Aktiva Lancar
(SALCA) Terhadap Harga Saham ....................... 27
2.2.4.3 Pengaruh Saldo Laba / Total Aktiva (RETA)
Terhadap Harga Saham ....................................... 28
2.3 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 28
2.4 Hipotesis ........................................................................................ 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ............................ 30
3.1.1 Definisi Operasional .......................................................... 30
3.1.2 Pengukuran Variabel ......................................................... 31
3.2 Teknik Pengumpulan Sampel ....................................................... 31
3.2.1 Populasi .............................................................................. 31
3.2.2 Sampel ................................................................................ 32
3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 32
3.3.1 Jenis Data ............................................................................ 32
3.3.2 Sumber Data ....................................................................... 32
3.3.3 Pengumpulan Data .............................................................. 32
3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ................................................ 33
3.4.1 Uji Asumsi Klasik .............................................................. 33
3.4.2 Analisis Regresi Linear Berganda ...................................... 35
3.4.3 Uji Hipotesis ....................................................................... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ............................................................ 37
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ............................................................. 39
4.2.1 Harga Saham ....................................................................... 39
4.2.2 Pertumbuhan Penjualan (Growth Sales) ............................. 40
4.2.3 Penjualan / Aktiva Lancar (SALCA) .................................. 41
4.2.4 Saldo Laba / Total Aktiva (RETA) ..................................... 43
4.3 Hasil Analisis dan Pengujian Hipotesis ........................................ 44
4.3.1 Pengujian Asumsi Klasik .................................................... 44
4.3.2 Analisis Regresi Linear Berganda ...................................... 48
4.3.3 Pengujian Hipotesis ............................................................ 51
4.4 Pembahasan ................................................................................... 53
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 56
5.2 Keterbatasan Penelitian ................................................................. 57
5.3 Saran .............................................................................................. 57
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan analisis skripsi ini untuk memenuhi tugas kuliah kami yang berjudul “FAKTOR – FAKTOR FUNDAMENTAL YANG MEMPENGARUHI HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN INDUSTRI BARANG KONSUMSI DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)”. Penulisan tugas analisis skripsi ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah SEMINAR MANAJEMEN KEUANGAN Universitas Mulawarman,Kalimantan Timur.
Penyusun menyadari dalam penulisan tugas ini masih ada kemungkinan kekurangan-kekurangan karena keterbatasan kemampuan penyusun,untuk itu masukan yang bersifat membangun akan sangat membantu penyusun untuk semakin membenahi kekurangannya.
Ucapan terima kasih tidak lupa kami haturkan kepada dosen pembimbing mata kuliah ini,untuk teman-teman dan semua pihak yang telah membantu,kami ucapkan terimakasih,semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua. amiin…
Samarinda,7 september 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi pasar modal memiliki peran penting dalam perkembangan dunia usaha dan kegiatan perekonomian di suatu negara yang telah menjadi sumber pendanaan alternatif bagi suatu perusahaan sebagai sumber pembiayaan modern, salah satu keunggulan penting dalam pasar modal dibandingkan dengan lembaga keuangan (bank) adalah mendapatkan dana tanpa memberikan agunan (jaminan) melainkan dengan menunjukkan prospek yang baik pada perusahaan maka sekuritas perusahaan tersebut akan laku dijual di pasar modal. Perkembangan pasar modal tidak hanya berkembang di negara maju saja melainkan di negara berkembangpun sudah sangat pesat perkembangannya. Karena dari negara maju maupun negara berkembang memiliki kepentingan yang sama - sama didasari oleh kerjasama saling menguntungkan dimana
negara maju memiliki modal dan teknologi yang canggih, sedangkan Negara berkembang memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia cukup banyak. Hal tersebut dapat memberikan kerjasama yang saling menguntungkan karena negara berkembang membutuhkan modal dan teknologi untuk mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia, sedangkan negara maju membutuhkan tempat investasi agar modalnya dapat berkembang dengan baik. Di era globalisasi, tidak hanya di negara industri barat (negara maju) yang memiliki pasar modal tetapi di negara berkembangpun banyak yang memiliki pasar modal seperti di Indonesia, kegiatan pasar modal diatur dalam Undang - Undang Pasar Modal nomor 8 tahun 1995 dan kemudian kegiatan pasar modal di Indonesia mulai aktif kembali seiring dengan berjalannya era
globalisasi yang diawali oleh perubahan sistem ekonomi komunis ke system ekonomi pasar.
Perkembangan pasar modal Indonesia tidak terlepas dari bursa efek, terbukti telah resmi dimulai pada tahun 1977 pada saat perusahaan PT. Semen Cibinong menerbitkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang sekarang ini dikenal dengan Bursa Efek Indonesia (BEI).
Pada awalnya pasar modal di Indonesia sangat lambat, karena sampai dengan tahun 1988 hanya terdapat 24 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) tetapi dengan berjalan waktu pada tahun 1989 jumlah perusahaan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) semakin meningkat, dengan berkembangnya pasar modal menimbulkan kebanggaan karena mampu menarik perusahaan memanfaatkan dananya dari Bursa Efek. Dengan banyaknya perusahaan yang telah go public dan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) salah satu diantaranya adalah perusahaan manufaktur (industri barang konsumsi). Alasan obyek penelitian ini pada perusahaan manufaktur (industri barang konsumsi) karena perusahaan tersebut hampir tidak terpengaruh oleh fluktuasi perekonomian melainkan perusahaan tersebut akan tetap eksis dan bertahan, disebabkan oleh produk yang dihasilkannya. Karena permintaan akan produk yang dihasilkan perusahaan manufaktur akan tetap stabil walaupun ada suatu penurunan tidak berpengaruh terhadap aktivitas perusahaan dalam menghasilkan laba yang optimal. Menurut Akhmad Nurcahyadi dalam (www.vivanews.com, 28 Januari 2009), mengatakan prospek industri barang - barang konsumsi (consumer goods) yang masih menjanjikan dapat berdampak positif bagi pergerakan saham di sektornya, termasuk PT Mayora Indah Tbk (MYOR) yang memiliki sudut pandangan positif terhadap industri consumer goods di Indonesia karena Mayora mampu membuktikan kinerja yang cukup baik di tengah kondisi kekhawatiran pelemahan daya beli masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan manufaktur (industri barang konsumsi) mampu memberikan dampak yang positif terhadap pergerakan saham terbukti dengan semakin banyaknya perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dan Indonesia merupakan salah satu target investasi dunia yang diperlihatkan dengan semakin besarnya aliran dana asing yang masuk. Bahkan sampai penutupan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat rekor terbaru menembus level psikologis hingga di level 3.013 dan menurut General Manager Avrist Assurance Chris Bendl, animo di portofolio memperlihatkan kepercayaan investor pada iklim investasi Indonesia (Media Indonesia, 22 Juli 2010).
Salah satu kegiatan investasi disuatu perusahaan adalah dengan menerbitkan saham dan memperdagangkannya di pasar modal maka saham tersebut mempunyai harga. Dimana harga dari suatu produk didasarkan pada definisi klasik yaitu gambaran titik temu antara sisi penawaran dan sisi permintaan Pasaribu (2008). Tetapi dalam menentukan harga saham tidak
cukup dilihat dari sisi permintaan dan penawaran melainkan ada beberapa factor - faktor yang mempengaruhi terbentuknya harga saham. Untuk melakukan investasi dalam bentuk saham diperlukan analisis untuk mengukur nilai saham, yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal.
Tujuan analisis fundamental adalah menentukan apakah nilai saham berada pada posisi undervalue atau overvalue. Saham dikatakan undervalue bilamana harga saham di pasar saham lebih kecil dari harga wajar atau nilai yang seharusnya, demikian juga sebaliknya Anastasia (2000). Penelitian sebelumnya yang menghubungkan antara faktor fundamental (rasio keuangan) dengan harga saham menunjukkan hasil yang variatif, baik itu yang berpengaruh signifikan Handojo (2001); Azis (2005); Fakhrurozie (2007); Pasaribu (2008) atau tidak berpengaruh sama sekali Kesuma (2009). Dari hasil penelitian yang variatif dan fenomena yang terjadi mendorong untuk dilakukannya penelitian lanjutan tentang hubungan atau pengaruh factor-faktor fundamental (rasio keuangan) dengan harga saham. Walaupun disadari bahwa faktor - faktor fundamental itu sangat luas cakupannya tidak saja meliputi kondisi internal perusahaan tetapi juga kondisi fundamental makro ekonomi yang berada diluar kendali perusahaan. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi hanya menganalisis faktor - faktor fundamental suatu perusahaan, yaitu
meliputi rasio pertumbuhan penjualan (Growth Sales), rasio penjualan / aktiva lancar (SALCA) dan saldo laba / total aktiva (RETA). Karena dengan menganalisis rasio keuangan perusahaan akan dapat diketahui kinerja dan prospek perusahaan di masa yang akan datang (Syahrir, 1995: 233) dalam Ismiati (2003).
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah penambahan pada proksi faktor fundamental yang tidak hanya terpaku pada profitabilitas tapi juga pertumbuhan perusahaan, tingkat efisiensi perusahaan dan penambahan periode penelitian. Dari uraian tersebut tampak bahwa terdapat perbedaan hasil penelitian antara beberapa peneliti mengenai pengaruh faktor – factor fundamental yang mempengaruhi harga saham. Hal tersebut terjadi karena perbedaan waktu dan objek penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan kajian teori di atas, jurnal ekonomi dan review penelitian terdahulu mengenai harga saham maka penelitian ini mengambil judul “FAKTOR - FAKTOR FUNDAMENTAL YANG MEMPENGARUHI HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN INDUSTRI BARANG KONSUMSI DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)”.
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijelaskan, terdapat permasalahan yang timbul adalah sebagai berikut :
a. Apakah faktor - faktor fundamental yang terdiri dari pertumbuhan penjualan (Growth Sales), penjualan / aktiva lancar (SALCA), dan saldo laba / total aktiva (RETA) berpengaruh signifikan secara parsial (individu) terhadap harga saham pada perusahaan industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia (BEI) ?
b. Apakah faktor - faktor fundamental yang terdiri dari pertumbuhan penjualan (Growth Sales), penjualan / aktiva lancar (SALCA), dan saldo laba / total aktiva (RETA) berpengaruh signifikan secara simultan (bersama-sama) terhadap harga saham pada perusahaan industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia (BEI) ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, disusun tujuan penelitian ini sebagai berikut adalah :
a. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh signifikan secara parsial (individu) dari faktor - faktor fundamental yang terdiri dari pertumbuhan penjualan (Growth Sales), penjualan / aktiva lancar (SALCA), dan saldo laba / total aktiva (RETA) terhadap harga saham pada perusahaan industry barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia (BEI).
b. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh signifikan secara simultan (bersama - sama) dari faktor - faktor fundamental yang terdiri dari pertumbuhan penjualan (Growth Sales), penjualan / aktiva lancar (SALCA), dan saldo laba / total aktiva (RETA) terhadap harga saham pada perusahaan industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia (BEI).
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis adalah sebagai berikut :
a. Manfaat Teoritis
Dilihat secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam menganalisis laporan keuangan khususnya analisis rasio keuangan.
b. Manfaat Praktis
1) Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi para investor atas informasi keuangan dalam melakukan pengambilan keputusan untuk berinvestasi di pasar modal, dengan tujuan dapat memperkecil risiko investor yang mungkin dapat terjadi sebagai akibat dalam pembelian saham di pasar modal.
2) Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi apabila perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan menjadi alternatif bagi perusahaan dalam mengambil suatu keputusan.
3) Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan oleh pihak - pihak lain yang berkepentingan baik digunakan sebagai referensi maupun sebagai bahan teori bagi penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian sebelumnya yang menghubungkan antara faktor - faktor fundamental (rasio keuangan) dengan harga saham menunjukkan hasil yang variatif, baik yang berpengaruh signifikan maupun tidak berpengaruh signifikan, yaitu sebagai berikut: Penelitian Handojo (2001), dengan judul “Analisis Pengaruh Rasio - Rasio Keuangan Altman Terhadap Harga Saham (studi empiris pada perusahaan pengolahan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 1995 – 1999)”. Dengan menggunakan alat uji regresi linear berganda dan variabel independen adalah rasio - rasio yang digunakan Altman untuk memprediksi kebangkrutan yaitu : Working Capital / Total Assets (WC/TA), Retained Earnings / Total Assets (RE/TA), Earnings Before Interest and Taxes / Total Assets (EBIT/TA), Book Value of Equity / Book Value of Liabilities (BVE/TL), Sales / Total Assets (S/TA). Hasil penelitian menunjukkan secara simultan bahwa variabel independen tersebut berpengaruh signifikan terhadap harga saham dan secara parsial Working Capital / Total Assets (WC/TA), Retained Earnings / Total Assets (RE/TA), dan Earnings Before Interest and Taxes / Total Assets (EBIT/TA) berpengaruh signifikan terhadap harga saham dan rasio yang lainnya tidak berpangaruh signifikan terhadap harga saham.
Penelitian Azis (2005), yang berjudul “Pengaruh Earning Per Share (EPS) dan Pertumbuhan Penjualan Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ)”. Alat uji yang digunakan adalah regresi linear berganda. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan Earnings Per Share (EPS) dan pertumbuhan penjualan berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ dan secara parsial Earning Per Share (EPS) berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham, sedangkan pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ.
Penelitian Fakhrurozie (2007), dengan judul “Analisis Pengaruh Kebangkrutan Bank dengan Metode Altman Z-Score Terhadap Harga Saham Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Jakarta”. Metode analisis datanya adalah analisis rasio Altman Z-Score dan menggunakan uji regresi sederhana. Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah harga saham, sedangkan variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah nilai Z-Score yang terdiri dari: Working Capital / Total Assets (WC/TA), Retained Earnings / Total Assets (RE/TA), Earnings Before Interest and Taxes / Total Assets (EBIT/TA), Book Value of Equity / Book Value of Liabilities (BVE/TL), Sales / Total Assets (S/TA) . Dari analisis regresi sederhana, hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Z-Score Altman berpengaruh terhadap harga saham sebesar 21,50 % sedangkan 78,50 % dipengaruhi faktor lain.
Penelitian Pasaribu (2008), dengan judul “Pengaruh Variabel Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia (BEI)”. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan yang tergabung dalam industri pertanian, industri pertambangan, industri dasar dan kimia, aneka industri, industri barang konsumsi, industri properti dan real estate, industri infastruktur, dan industri perdagangan dengan menggunakan metode pengambilan sampel judgement sampling dan menggunakan alat uji regresi linear berganda. Variabel independen yang digunakan adalah factor-faktor fundamental yang terdiri dari rasio profitabilitas, rasio leverage, rasio pertumbuhan, rasio likuiditas, dan rasio efisiensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh faktor fundamental berpengaruh secara parsial maupun simultan terhadap harga saham untuk 8 sektor industri. Penelitian Kesuma (2009), dengan judul “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Serta Pengaruhnya Terhadap Harga Saham
Perusahaan Real Estate yang Go Public di Bursa Efek Indonesia”. Dimana variabel dependennya adalah struktur modal dan harga saham, sedangkan variabel independennya terdiri dari: pertumbuhan penjualan (Growth of sales), profitabilitas (ROA), Rasio hutang, dan struktur aktiva. Teknik analisis yang digunakan adalah Structural Equation Modeling (SEM) dan path analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan (growth of sales) dan
rasio hutang berpengaruh secara signifikan terhadap stuktur modal dan rasio profitabilitas (ROA) tidak berpengaruh secara signifikan, sedangkan rasio profitabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham dan pertumbuhan penjualan (growth of sales), struktur aktiva, dan struktur modal tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham.
Tabel 1
Matriks Hasil Penelitian Terdahulu
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pasar Modal
2.2.1.1 Pengertian Pasar Modal
Pasar modal merupakan salah satu sarana efektif untuk mempercepat pembangunan suatu negara dan perkembangan pasar modal memberikan sumber investasi bagi investor (para pemodal) sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi dan membuka kesempatan lebih mengoptimalkan perolehan penghasilan dari dana yang dimilikinya. Apabila para pemodal relatif terbatas menanamkan dananya di bank seperti deposito dan instrument simpanan lainnya yang terdapat di bank, maka dengan perkembangan pasar modal investor dapat melakukan investasi dalam bentuk saham atau instrumen - instrumen keuangan lain yang dapat menambah sumber investasinya dalam bentuk saham. Pasar modal merupakan representasi yang tepat untuk menilai kondisi perusahaan - perusahaan disuatu negara karena hampir semua industri terwakili didalamnya. Oleh karena itu, perkembangan perkonomian suatu negara terkadang diukur dari perkembangan pasar modal di Negara tersebut. Pasar modal dapat dikatakan sebagai pintu pertama untuk melihat industri - industri yang ada dalam suatu negara. Menurut Undang - undang Pasar Modal no. 8 tahun 1995 dikutip dari (www.bapepam.go.id) :”Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang ditebitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek tersebut. Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang”.
Menurut Tandelilin (2001; 26), pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas. Dengan demikian, pasar modal juga bisa diartikan sebagai pasar untuk memperjualbelikan sekuritas yang umummya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan obligasi. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pasar modal merupakan sarana bertemunya antara permintaan dan penawaran atas instrumen jangka panjang yang bertujuan untuk memberikan sumber pendanaan alternatif bagi perusahaan selain lembaga keuangan lainnya (bank). Oleh karena itu, dengan banyaknya instrumen – instrument keuangan di pasar modal maka investor dapat memilih dan menentukan instrumen mana yang lebih menjanjikan untuk menanamkan investasinya di masa mendatang.
2.2.1.2 Peranan dan Fungsi Pasar Modal
Pasar modal memiliki beberapa peranan dan fungsi yang sangat penting bagi penyaluran dana dari pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Menurut Sunariyah (2000: 7), pasar modal memiliki 5 (lima) aspek peranan dalam suatu negara, yaitu :
a. Sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dan penjual untuk menentukan harga saham atau surat berharga yang diperjualbelikan. Ditinjau dari segi lain, pasar modal memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi tanpa melalui tatap muka (pembeli dan penjual bertemu secara tidak langsung).
b. Pasar modal memberikan kesempatan kepada para investor memperoleh keuntungan (return) yang diharapkan. Keadaan tersebut akan mendorong emiten untuk memenuhi keinginan para investor untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
c. Pasar modal memberikan kesempatan kepada investor untuk menjual kembali saham yang dimilikinya atau surat berharga lainnya. Dengan beroperasinya pasar modal, para investor dapat melikuidasi surat berharga yang dimilikinya setiap saat. Apabila pasar modal tidak ada maka investor terpaksa harus menunggu pencairan surat berharga yang dimilikinya sampai dengan saat perusahaan dilikuidasi.
d. Pasar modal menciptakan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam perkembangan perekonomian. Masyarakat mempunyai kesempatan untuk mempertimbangkan alternatif cara penggunaan uang mereka. Selain menabung, juga dapat melakukan investasi melalui pasar modal, yaitu dengan membeli saham perusahaan publik.
e. Pasar modal mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga. Bagi para investor, keputusan investasi harus didasarkan pada tersedianya informasi yang akurat dan dapat dipercaya. Pasar modal dapat menyediakan kebutuhan akan informasi bagi para investor secara
lengkap, yang apabila hal tersebut harus dicari sendiri akan memerlukan biaya yang sangat mahal. Selain memiliki peranan, pasar modal juga memiliki beberapa fungsi yang membuat lembaga ini memiliki daya tarik tersendiri, tidak saja bagi pihak yang memerlukan dana (borrowers) dan pihak yang meminjamkan dana (lenders), tetapi juga bagi pemerintah. Maka 4 (empat ) fungsi pasar modal, antara lain:
a. Sebagai Sumber Penghimpunan Dana
Pasar modal berfungsi sebagai alternatif sumber penghimpunan dana selain sistem perbankan yang dikenal sebagai media penghimpunan dana secara konvensional. Bagi perusahaan yang melakukan perluasan usaha dapat memperoleh kredit dari bank. Tetapi, bank memiliki keterbatasan dalam menyalurkan kredit, karena dalam kegiatannya tersebut berkaitan dengan jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu, dalam keadaan tersebut dunia usaha harus mempunyai alternatif lain dalam meminjam dana bagi kelangsungan usahanya. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka pemerintah perlu membentuk dan mengaktifkan pasar modal, karena pasar modal menerbitkan surat berharga (sekuritas), baik surat hutang (obligasi) maupun surat tanda\ kepemilikan (saham).
b. Sebagai Alternatif Investasi Para Pemodal Apabila tidak ada pilihan investasi lain, maka para pemodal hanya menginvestasikan dananya dalam sistem perbankan atau aktiva tetap (real assets). Tetapi dengan adanya pasar modal dapat memberikan kesempatan kepada para pemodal untuk membentuk portofolio investasi (mengkombinasikan dana ke berbagai kemungkinan investasi) dengan mengharapkan keuntungan yang lebih dan siap menanggung sejumlah resiko tertentu yang mungkin terjadi. Karena investasi di pasar modal lebih fleksibel, karena setiap pemodal dapat melakukan pemindahaan dananya dari satu industri ke industry lainnya sesuai dengan perkiraan akan keuntungan yang diharapkan seperti dividen dan capital gain atau juga perkiraan resiko dari saham - saham tersebut.
c. Biaya Penghimpunan Dana Melalui Pasar Modal Relatif Rendah Dalam melakukan penghimpunan dana, perusahaan membutuhkan biaya yang relatif kecil jika melalui penjualan saham daripada meminjam ke bank. Karena pasar modal hanya mengeluarkan biaya - biaya dalam melakukan proses emisi (biaya konsultan keuangan, biaya administrasi di BAPEPAM, akuntan publik, notaris, konsultan hukum, dan jasa penilai lainnya) yang jumlah biaya jauh lebih rendah daripada bank yang membebankan beban bunga cukup tinggi.
d. Bagi Negara, pasar modal akan mendorong perkembangan investasi setiap perusahaan, terlebih lagi yang berskala besar dan bersifat strategis, pasti berkeinginan untuk meningkatkan kapasitas usahanya agar dapat menaikkan volume penjualan dan pendapatan. Karena perluasan usaha sudah pasti membutuhkan modal yang besar. Dengan demikian, pemerintah terbantu dalam memobilisasi dana masyarakat dan adaya penambahan penyerapan kerja, kenaikan pendapatan, dan pajak bagi Negara. Dari beberapa penjelasan peranan dan fungsi pasar modal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pasar modal, kegiatan perekonomian di suatu negara menjadi meningkat, karena pasar modal merupakan alternatif sumber pendanaan bagi perusahaan – perusahaan untuk dapat meningkatkan pendapatan suatu perusahaan yang pada akhirnya akan memberikan kemakmuran bagi masyarakat yang lebih luas.
2.2.2 Saham
2.2.2.1 Pengertian Saham
Saham (stock) merupakan salah satu alternatif investasi yang dapat menghasilkan keuntungan dalam bentuk dividen dan capital gain. Apabila seorang investor membeli saham, maka menjadi pemilik dan disebut sebagai pemegang saham (shareholders) perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Menurut BAPEPAM (2003: 9) dikutip dari (www.bapepam.go.id), ”saham adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan, dan pemegang saham memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan”. Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2006: 6), Saham (stock atau share) adalah tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa saham\ merupakan sertifikat atau tanda bukti kepemilikan yang menunjukkan kepemilikan suatu perusahaan dan pemiliknya disebut pemegang saham (shareholders) yang berhak untuk memiliki hak klaim atas penghasilan aktiva suatu perusahaan.
2.2.2.2 Jenis - Jenis Saham
Dalam transaksi jual-beli di Bursa Efek, saham atau sering pula disebut shares atau stock merupakan instrumen yang paling dominan diperdagangkan. Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2006: 6), ada beberapa sudut pandang untuk membedakan saham, yaitu:
a. Dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, maka saham terbagi atas :
1) Saham biasa (Common stocks)
Saham biasa merupakan salah satu komoditas pasar modal yang paling populer. Saham biasa lebih umum disebut dengan saham saja. Beberapa karakteristik saham biasa:
a) Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba.
b) Memiliki hak suara dalam rapat umum pemegang saham (one share one vote).
c) Memiliki hak terakhir (junior) dalam hal pembagian kekayaan perusahaan jika perusahaan tersebut dilikuidasi (dibubarkan) setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi.
d) Memiliki tanggung jawab terbatas terhadap klaim pihak lain sebesar proporsi sahamnya.
e) Hak untuk mengalihkan kepemilikan sahamnya.
2) Saham preferen (Preferred stocks)
Beberapa karakteristik saham preferen:
a) Memiliki hak lebih dulu dalam memperoleh dividen.
b) Dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama dalam pencalonan pengurus perusahaan.
c) Memiliki hak pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham lebih dahulu setelah kreditor, apabila perusahaan tersebut dilikuidasi (dibubarkan atau bangkrut).
d) Kemungkinan dapat memperoleh tambahan dari pembagian laba perusahaan di samping penghasilan yang diterima secara tetap.
e) Apabila perusahaan dilikuidasi, memiliki hak memperoleh pembagian kekayaan perusahaan di atas pemegang saham biasa setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi. Suatu saham preferen disukai atau diminati oleh penerbitnya karena 2 (dua) hal, yaitu :
(1) Sebagai saham, saham preferen tidak termasuk saham biasa, oleh sebab itu tidak masuk dalam perhitungan Earnings Per Share.
(2) Sebagai ekuitas, saham preferen bukan ekuitas hutang (debt equity) sehingga tidak menambah beban hutang perusahaan. Selain memiliki keuntungan bagi penerbitnya, saham preferen juga memberikan keuntungan bagi investor. Investor yang memiliki saham preferen mempunyai keuntungan - keuntungan sebagai berikut :
(a) Tingkat dividen tahunan
(b) Lebih aman daripada saham biasa karena memiliki hak klaim terhadap kekayaan perusahaan dan pembagian dividen terlebih dahulu.
(c) Hak memberikan suara
(d) Keuntungan dari capital gain, yaitu merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Selain memiliki keuntungan-keuntungan bagi investor, saham preferen juga memiliki kelemahan atau kerugian diantaranya, yaitu :
(a) Dibanding dengan investasi dalam bentuk pinjaman/utang, saham preferen kurang aman karena dividen secara hokum bukan kewajiban.
(b) Pembayaran dividen secara tetap sulit dinaikkan.
(c) Tidak memiliki waktu jatuh tempo.
(d) Sulit diperjualbelikan dibanding saham biasa karena biasanya jumlah saham preferen yang beredar jauh lebih sedikit.
(e) Pada saat perusahaan dilikuidasi yang dibayarkan hanyalah nilai nominalnya.
b. Dari cara peralihannya saham dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
1) Saham atas unjuk (Bearer stocks)
Yaitu pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lainnya. Secara hukum, siapa yang memegang saham tersebut, maka diakui sebagai pemiliknya dan berhak untuk ikut hadir dalam RUPS.
2) Saham atas nama (Registered stocks)
Yaitu saham yang ditulis dengan jelas siapa nama pemiliknya, di mana cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu, yaitu dengan dokumen peralihan dan kemudian nama pemiliknya dicatat dalam buku perusahaan yang khusus memuat nama pemegang
saham. Apabila sertifikat ini hilang, maka pemilik dapat meminta penggantian.
c. Dari kinerja perdagangan maka saham dapat dikategorikan sebagai
berikut :
1) Blue-Chip stocks
Yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen.
2) Income stocks
Yaitu saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. Emiten seperti ini biasanya mampu menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara teratur membagikan dividen tunai. Emiten ini tidak suka menekan laba dan tidak mementingkan potensi pertumbuhan harga saham.
3) Growth stocks (well-known)
Yaitu saham - saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai leader di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi. Selain itu terdapat juga growth stock
(lesser-known), yaitu saham dari emiten yang tidak sebagai leader dalam industri namun memiliki ciri growth stock. Umumnya saham ini berasal dari daerah dan kurang populer di kalangan emiten.
4) Speculative stocks
Yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi mempunyai kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa mendatang meskipun belum pasti.
5) Counter Cyclical stocks
Yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi, harga saham ini tetap tinggi, di mana emitennya mampu memberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan emiten dalam memperoleh penghasilan yang tinggi pada masa resesi. Emiten seperti ini biasanya bergerak dalam produk yang sangat dibutuhkan masyarakat seperti rokok dan consumer goods.
Menurut Martono dan Agus Harjito (2007; 367 - 368), saham dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
a. Berdasarkan cara pengalihannya ada 2 (dua), yaitu :
1) Saham atas unjuk (Bearer stock)
Saham atas unjuk, seorang pemilik sangat mudah untuk mengalihkan atau memindahkannya kepada orang lain karena sifatnya mirip uang. Pemilik saham atas unjuk ini harus berhati-hati membawa dan menyimpannya. Karena jika saham tersebut hilang, maka pemilik tidak dapat meminta gantinya.
2) Saham atas nama (Registered stock)
Di sertifikat saham dituliskan nama pemiliknya. Cara peralihan dengan dokumen peralihan dan kemudian nama pemiliknya dicatat dalam buku perusahaan yang khusus memuat daftar nama pemegang saham. Jika saham tersebut hilang, pemilk dapat meminta gantinya.
b. Berdasarkan manfaatnya ada 2 (dua), yaitu :
1) Saham biasa
Saham biasa selalu ada dalam struktur modal saham. Jenis – jenis saham biasa antara lain: saham unggulan, saham biasa yang tumbuh, saham biasa yang stabil, dan lain-lain.
2) Saham preferen (Preferred stock)
Saham preferen terdiri beberapa jenis, antara lain; saham preferen kumulatif, saham preferen bukan kumulatif, dan lain-lain. Dari beberapa jenis saham di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis -jenis saham yang sudah digolongkan tersebut, didasarkan dari sudut pandang seorang investor dalam menentukan saham mana yang menurutnya baik dalam menentukan investasi di masa mendatang yang dapat menghasilkan keuntungan sesuai dengan harapan investor tersebut.
2.2.2.3 Harga Saham
2.2.2.3.1 Pengertian Harga Saham
Seorang investor yang ingin menginvestasikan dananya di pasar modal yang berupa saham, investor tersebut harus terlebih dahulu mengetahui harga saham dalam menentukan pembelian pada suatu perusahaan. Selembar saham mempunyai nilai atau harga dimana suatu harga saham dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu:
a. Harga Nominal
Harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oieh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. Besarnya harga nominal memberikan arti penting saham karena deviden minimal biasanya ditetapkan berdasarkan nilai nominal.
b. Harga Perdana
Harga perdana merupakan harga pada waktu harga saham tersebut dicatat di bursa efek. Harga saham pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi (underwriter) dan emiten. Dengan demikian akan diketahui berapa harga saham emiten itu akan dijual kepada masyarakat biasanya untuk menentukan harga perdana.
c. Harga Pasar
Kalau harga perdana merupakan harga jual dari perjanjian emisi kepada investor, maka harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang lain. Harga pasar terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di bursa. Dan transaksi tidak lagi melibatkan emiten dari penjamin emisi harga ini yang disebut sebagai harga di pasar sekunder dan harga inilah yang benar - benar mewakili harga perusahaan penerbitnya karena pada transaksi di pasar sekunder jarang terjadi negosiasi harga investor dengan perusahaan penerbit. Harga yang setiap hari diumumkan di surat kabar atau media lain adalah harga pasar. Menurut Undang - Undang No. 8 tahun 1995 dikutip dari (www.bapepam.go.id) : Harga pasar saham adalah harga suatu saham yang sedang berlangsung dalam suatu pasar modal. Jika bursa tutup maka harga pasarnya adalah
terbesar pada saat penutupan (closing price). Menurut Halim (2005: 20), harga pasar saham adalah harga yang
terbentuk di pasar jual beli saham. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa harga
saham terbentuk di pasar jual beli saham karena akibat dari transaksi jual beli yang terjadi antara investor tersebut dan apabila harga pasar Bursa Efek ditutup maka harga pasar adalah harga penutupannya (closing price) dan apabila harga pasar ini dikalikan dengan jumlah saham yang
diterbitkan (outstanding share), maka akan didapatkan nilai pasar (market value). Namun investor juga perlu mengetahui dan memahami harga nominal, harga perdana, dan harga pasar dalam pengambilan keputusan investasi saham karena akan membantu investor untuk mengetahui saham mana yang bertumbuh dan murah.
2.2.2.3.2 Pendekatan Penilaian Harga Saham
Investor dalam melakukan keputusan investasi di pasar modal memerlukan informasi tentang penilaian saham. Dimana analisis saham bertujuan untuk menaksir nilai intrinsik (intrinsic value) suatu saham dan kemudian membandingkannya dengan harga pasar saham tersebut pada saat ini (current market price). Nilai intrinsik (NI) suatu saham menunjukkan present value arus kas yang diharapkan dari saham tersebut. Pedoman yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Apabila NI > harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai undervalued (harganya terlalu rendah), oleh karena itu layak dibeli atau ditahan apabila saham tersebut telah dimiliki.
b. Apabila NI < harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai overvalued (harganya terlalu tinggi), maka layak dijual.
c. Apabila NI = harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai wajar harganya dan berada dalam kondisi keseimbangan. Model penilaian merupakan suatu mekanisme untuk mengubah serangkaian variabel ekonomi atau variabel perusahaan yang diramalkan (diamati) menjadi dasar perkiraan harga saham.
Menurut Halim (2005: 5), salah satu penilaian harga saham adalah untuk mengidentifikasi efek yang salah satu dari harga, apakah harganya terlalu tinggi atau rendah. Oleh karena itu ada 2 (dua) pendekatan penilaian saham yang dapat digunakan, yaitu :
1) Pendekatan Fundamental
Pendekatan ini didasarkan pada informasi - informasi yang diterbitkan oleh emiten maupun oleh administrator bursa efek. Karena kinerja emiten dipengaruhi oleh kondisi sektor industry dimana perusahaan tersebut berada dan perekonomian secara makro, maka untuk memperkirakan prospek harga sahamnya di masa mendatang harus dikaitkan dengan faktor - faktor fundamental yang mempengaruhinya. Jadi, analisis ini dimulai dari siklus usaha perusahaan secara umum, selanjutnya ke sektor industri dan akhirnya dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan saham yang diterbitkan.
2) Pendekatan Teknikal
Pendekatan ini didasarkan pada data (perubahan) harga saham masa lalu sebagai upaya untuk memperkirakan harga saham di masa mendatang. Dalam pendekatan ini harga saham tergantung pada permintaan dan penawaran saham itu sendiri. Menurut Anoraga (2006: 108), teknik analisis investasi yang paling banyak digunakan, yaitu :
1) Analisis Fundamental, yaitu analisis yang berhubungan dengan kondisi keuangan perusahaan yang menyangkut data - data historis perusahaan. Karena umumnya harga saham sangat bergantung pada kinerja perusahaan yang bersangkutan.
2) Analisis Teknikal, yaitu analisis yang menggunakan data - data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu dengan mengabaikan hal – hal yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan.
3) Analisis Ekonomi, yaitu analisis yang menggunakan berbagai indikator yang berkaitan dengan kondisi perekonomian, seperti pengenaan pajak, tingkat kesejahteraan masyarakat dan variable ekonomi lainnya.
4) Analisis Rasio Keuangan, yaitu analisis yang didasarkan pada hubungan antar pos dalam laporan keuangan perusahaan yang akan mencerminkan keadaan keuangan serta hasil dari operasional perusahaan. Fuller (1987) dalam Harahap dan Pasaribu (2007), Mengatakan bahwa dengan pendekatan fundamental, setiap sekuritas mempunyai nilai instrinsik yang dapat ditentukan berdasarkan fundamental perusahaan, misalnya; laba, deviden, struktur modal, ratio dan potensi pertumbuhan perusahaan. Berdasarkan definisi beberapa pendekatan penilaian harga saham di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian ini hanya tertuju pada pendekatan fundamental perusahaan. Karena pendekatan fundamental secara terperinci lebih memfokuskan pada laporan keuangan perusahaan yang tujuannya untuk mengetahui perbedaan harga pasar sekuritas dengan nilai intrinsiknya. Apabila seseorang investor telah melakukan penilaian harga saham berdasarkan fundamentalnya, maka hal itu berarti investor tersebut telah menentukan keputusan untuk membeli dan atau menjual sahamnya dengan baik. Sebab tanpa melalui nilai - nilai fundamental perusahaan, seseorang akan terjebak dalam kegiatan spekulasi\ perdaganga saham yang hanya mengandalkan keberuntungan yang tidak pasti. Meskipun dalam pendekatan secara fundamental membutuhkan waktu yang cukup lama dalam memprediksikan suatu perusahaan tetapi hasilnya akan berdampak pada prospek perusahaan dalam jangka waktu yang panjang karena nilai fundamental mencerminkan nilai perusahaan yang sebenarnya.
2.2.2.3.3 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham
Menurut Harjito (2009: 85), naik turunnya harga saham dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun eksternal perusahaan. Faktor internal lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi fundamental perusahaan, sedangkan faktor eksternal sebagian disebabkan oleh informasi yang diperoleh pasar. Dalam hal ini faktor yang mempengaruhi harga saham dibedakan atas faktor internal dan faktor eksternal, yaitu sebagai berikut:
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berkaitan langsung dengan kinerja atau kondisi suatu perusahaan. Dimana kinerja atau kondisi suatu perusahaan dilihat dari data - data laporan keuangan selama perusahaan melakukan kegiatan operasi perusahaan. Laporan keuangan perusahaan akan menjadi tolak ukur investor untuk mengetahui seberapa besar resiko yang akan ditanggungnya dan keuntungan yang didapat. Karena dengan melihat laporan keuangan dapat mengetahui perusahaan itu dalam kinerja yang baik atau buruk. Oleh karena itu, dengan semakin besarnya kinerja dalam suatu perusahaan maka berpengaruh terhadap kenaikan harga saham dan sebaliknya.
b. Faktor Eksternal
Faktor ekstenal adalah faktor yang tidak berkaitan langsung dengan kondisi perusahaan tetapi dari faktor - faktor dari luar perusahaan, yaitu sebagai berikut:
1) Tingkat Suku Bunga
Faktor suku bunga sangat penting, karena rata - rata semua orang selalu mengharapkan hasil investasi yang lebih besar termasuk investor saham. Dengan adanya perubahan suku bunga maka tingkat pengembalian hasil berbagai sarana investasi akan mengalami perubahan. Suku bunga ini adalah suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) selaku Bank Sentral dengan mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Dan langkah Bank Indonesia untuk menaikkan dan menurunkan suku bunga SBI merupakan bagian dari kebijakan moneter untuk mengawasi perekonomian nasional, Dimana dengan menaikkan suku bunga SBI tersebut, maka akan menyebabkan suku bunga di pasar uang akan naik dan investor cenderung akan memindahkan dananya ke pasar modal atau sebaliknya. Hal tersebut yang menyebabkan harga suatu saham dapat naik atau turun yang pada akhirnya akan menyebabkan harga saham secara keseluruhan terpengaruh.
2) Hukum Permintaan dan Penawaran
Dimana pergerakan harga saham sangat berpengaruh apabila permintaan terhadap saham meningkat dan penawaran yang terbatas akan menyebabkan suatu harga saham menjadi naik atau sebaliknya.
3) News dan Rumors
Dimana akibat dari berbagai berita dan informasi yang beredar di masyarakat yang menyangkut berbagai masalah ekonomi, sosial, politik, dan keamanan suatu negara sehingga menyebabkan investor kemungkinan melakukan tindakan menjual atau membeli saham yang akan berdampak pada harga saham secara keseluruhan.
4) Indeks Harga Saham
Kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang waktu tentunya menandakan kondisi investasi dan perekonomian negara dalam keadaan baik. Sebaliknya, jika turun berarti iklim investasi sedang buruk. Sehingga kondisi demikian akan mempengaruhi naik atau turunnya harga saham di pasar bursa.
5) Valuta Asing
Dengan adanya kenaikan suku bunga dalam valuta asing, maka mata uang khususnya dollar AS akan berpengaruh. Hal ini mengakibatkan banyak investor cenderung menjual saham yang dimilikinya dan investor beralih memilih investasi ke valuta asing (valas). Dengan tindakan yang dilakukan oleh para investor ini akan mengakibatkan implikasi yang negatif terhadap harga saham di pasar. Dari faktor - faktor yang mempengaruhi harga saham yang telah dijelaskan di atas, dalam penelitian ini hanya difokuskan pada factor internal perusahaan. Dimana faktor internal merupakan fundamental perusahaan yang menganalisa kinerja dan kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan yang menerbitkan saham tersebut dan menjadi pertimbangan
utama dalam menanamkan investasi saham. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang mempengaruhi aktivitas pasar modal yang berasal dari kinerja ekonomi secara agregat, seperti tingkat suku bunga, hokum permintaan dan penawaran, news dan rumors, indeks harga saham, valuta asing, dan sebagainya
2.2.3 Faktor - Faktor Fundamental Perusahaan
Menurut Arifin (2004: 116), faktor fundamental adalah “faktor - faktor yang mencerminkan kinerja emiten yang dapat dilihat dari laporan keuangan emiten tersebut”. Semakin baik kinerja emiten maka semakin besar pula pengaruhnya terhadap kenaikan harga saham dan demikian sebaliknya, apabila semakin buruknya kinerja emiten maka semakin turunnya harga saham yang
diterbitkan dan diperdagangkan pada perusahaan tersebut. Karena kinerja emiten menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba sehingga hal tersebut dapat menumbuhkan kepercayaan investor dalam menanamkan modalnya. Menurut Stoner et al. (1995) dalam Anastasia (2000), analisis fundamental berkaitan dengan penilaian kinerja perusahaan, tentang efektifitas dan efisiensi perusahaan mencapai sasarannya. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor – factor fundamental perusahaan mencerminkan kinerja suatu emiten, tentang efektifitas dan efisiensi perusahaan dalam mencapai sasarannya dimana hal
tersebut dapat terlihat dari laporan keuangan suatu perusahaan yang diterbitkan atau dipublikasikan setiap per triwulan, per kuartal, per semester dan per tahun (akhir periode).
Dalam sub bab selanjutnya, penelitian ini akan menjelaskan faktor - faktor fundamental perusahaan yang hanya mencakup ruang lingkup laporan keuangan saja yang digunakan untuk menganalisis harga saham, yaitu diwakili oleh : pertumbuhan penjualan (growth sales), penjualan / aktiva lancar (sales to current assets), saldo laba / total aktiva (retained earnings to
total assets), sebagai berikut :
2.2.3.1 Pertumbuhan Penjualan (Growth Sales)
Pertumbuhan merupakan elemen yang terjadi dalam siklus suatu perusahaan dan ukuran pertumbuhan dalam perusahaan tergantung dari kegiatan perusahaan. Pertumbuhan dalam manajemen keuangan pada umumnya menunjukkan peningkatan ukuran skala suatu perusahaan.
Biasanya dalam mengukur pertumbuhan dilakukan dengan menghitung input atau outputnya, yaitu dengan menggunakan ukuran fisik perusahaan, seperti luas tanah, gedung, peralatan kantor dan aktiva tetap lainnya. Namun dalam mengukur pertumbuhan perusahaan yang menggunakan ukuran fisik perusahaan sulit untuk dibandingkan dengan perusahaan lain. Oleh karena itu, pertumbuhan penjualan dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan penjualan dari satu periode ke periode berikutnya. Dengan semakin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan makin besar pula dana yang dibutuhkan untuk membiayai pertumbuhan perusahaan tersebut. Oleh sebab itu, pertumbuhan penjualan sangat diinginkan setiap perusahaan karena pertumbuhan penjualan mencerminkan suatu pertumbuhan suatu perusahaan.
Menurut Fabozzi (2000: 881), Pertumbuhan penjualan adalah perubahan penjualan pada laporan keuangan per tahun. Pertumbuhan berkaitan dengan bagaimana terjadinya stabilitas peningkatan penjualan ke depan. Pertumbuhan penjualan yang di atas rata - rata bagi suatu
perusahaan pada umumnya didasarkan pada pertumbuhan cepat yang diharapkan dan industri dimana perusahaan beroperasi.
Menurut Horne (2001: 39) dalam Tarigan dan Siregar (2009),
Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan penjualan merupakan perubahan penjualan akibat terjadinya stabilitas peningkatan penjualan dari tahun ke tahun. Apabila pertumbuhan penjualan suatu perusahaan dari tahun ke tahun meningkat atau stabil, maka para
investor percaya terhadap perusahaan bahwa akan memberikan keuntungan di masa depan.
2.2.3.2 Penjualan / Aktiva Lancar (Sales to Current Assets)
Penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets) adalah mengukur seberapa efisien suatu perusahaan memanfaatkan aktiva lancarnya dalam menghasilkan penjualan (Tampubolon, 2005: 35).
Rasio ini paling berlaku dalam perusahaan industri, dimana perusahaan tersebut memegang mayoritas persediaan mereka sendiri. Dan juga dapat digunakan untuk mendeteksi perusahaan apabila akan mengalami suatu kebangkrutan. Penelitian yang telah dilakukan Sandi (2007), membuktikan bahwa penjualan / aktiva lancar (SALCA) tidak bermasalah terhadap perusahaan
karena terlihat dari kemampuan perusahaan atas aset lancar selalu mengalami fluktuasi. Dan penelitian yang dilakukan oleh Asmara (2002), bahwa salah satu variabel yang digunakannya adalah sales to current assets (SALCA), menunjukkan pengaruh positif tehadap kinerja keuangan sebelum krisis moneter tahun 1998, sedangkan untuk periode setelah krisis tahun 1998 tidak ada pengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Hal tersebut membuktikan bahwa dengan menggunakan sales to current assets dapat mendeteksi resiko akan mengalami suatu penurunan atau bahkan kemungkinan bangkrutnya suatu perusahaan. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa rasio penjualan / aktiva lancar (sales to current assets) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa efisien penggunaan dana perusahaan yang dikeluarkan pada aktiva lancarnya dalam menghasilkan suatu penjualan dan dapat mendeteksi suatu kemungkinan penurunan atau bangkrutnya suatu perusahaan.
2.2.3.3 Saldo Laba / Total Aktiva (Retained Earnings to Total Assets)
Menurut Sawir (2005: 23), rasio laba ditahan / total aktiva adalah mengukur kemampulabaan kumulatif perusahaan, karena semakin muda perusahaan, semakin sedikit waktu yang dimilikinya untuk membangun laba kumulatif. Saldo laba / total aktiva (RETA), menunjukkan pertumbuhan yang telah dibiayai melalui keuntungan sehingga hutang perusahaan tidak meningkat dan menunjukkan sejauh mana aktiva telah dibayar oleh keuntungan perusahaan. Saldo laba (retained earnings) mencerminkan akumulasi keuntungan yang belum didistribusikan atau kerugian yang dialami suatu perusahaan sejak perusahaan tersebut beroperasi. Sebuah perusahaan baru relative mungkin akan menunjukkan rasio saldo laba / total aktiva yang rendah
karena tidak adanya waktu untuk menambah laba kumulatifnya. Oleh karena itu, dapat dibuktikan bahwa perusahaan baru akan terlihat berbeda dari perusahaan yang sudah lama beroperasi dan dapat diklasifikasikan dalam golongan bangkrut relatif lebih tinggi dari pada
perusahaan - perusahaan yang sudah lama berdiri. Dengan menggunakan rasio saldo laba / total aktiva (RETA) ini juga dapat memprediksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan. Bila perusahaan mulai merugi atau bangkrut, tentu saja nilai dari total laba mulai turun. Dan bagi banyak perusahaan, nilai saldo laba dari rasio ini akan menjadi negatif.
Menurut Mulyono (1994) dalam Fakhrurozie (2007), retained earnings / total assets adalah rasio profitabilitas yang dapat mendeteksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan, yang ditinjau dari kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba dibandingkan dengan kecepatan perputaran operating assets sebagai ukuran efisiensi usaha. Dari pengertian penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa rasio saldo laba / total aktiva (retained earnings to total asset) merupakan rasio yang dapat mengukur sejauh mana aktiva telah dibayar oleh keuntungan perusahaan dan profitabilitas kumulatif suatu perusahaan, serta dapat mencerminkan umur suatu perusahaan, karena semakin muda perusahaan, semakin sedikit waktu yang dimilikinya untuk membangun laba kumulatifnya.
2.2.4 Pengembangan Hipotesis
2.2.4.1 Pengaruh Pertumbuhan Penjualan (Growth Sales) Terhadap Harga Saham
Pertumbuhan penjualan mencerminkan prospek perusahaan dan profitabilitas perusahaan di masa depan. Apabila profitabilitas perusahaan meningkat, maka pertumbuhan penjualan pun ikut meningkat dan kinerja perusahaan semakin baik. Karena dengan semakin meningkatnya profitabilitas perusahaan, semakin meningkat pula laba suatu penjualan yang dapat mendorong peningkatan pertumbuhan penjualan dari tahun ke tahun sehingga harga saham kemungkinan akan naik karena pada dasarnya harga saham dipengaruhi oleh profitabilitas di masa yang akan datang. Oleh karena itu, dengan meningkatnya pertumbuhan penjualan para investor tertarik untuk membeli saham tersebut sehingga harga saham akan terus meningkat. Menurut Yuniningsih (2002), untuk meningkatkan nilai perusahaan, disamping membuat kebijakan deviden, perusahaan juga dituntut untuk tumbuh. Pertumbuhan dapat diwujudkan dengan menggunakan kesempatan investasi sebaik - baiknya. Penelitian atas pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap harga saham dilakukan oleh Sulistiono (1994) dalam Natarsyah (2000), telah menemukan bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh positif terhadap harga saham. Dan penelitian Azis (2005), menyatakan bahwa pertumbuhan penjualan dan EPS berpengaruh secara simultan terhadap harga saham.
2.2.4.2 Pengaruh Penjualan / Aktiva Lancar (SALCA) Terhadap Harga Saham
Tingkat efisiensi yang dihasilkan dari penjualan terhadap aktiva lancar menimbulkan suatu persepsi bagi para investor bahwa perusahaan Tersebut mampu memanfaatkan aktiva lancarnya dalam menghasilkan suatu penjualan. Oleh karena itu, apabila suatu perusahaan dapat memanfaatkan aktivanya sebaik mungkin maka akan berpengaruh kepada investor dalam mempertimbangkan investasi dengan membeli saham di perusahaan tersebut sehingga harga saham akan terus meningkat. Hal tersebut telah dibuktikan oleh hasil penelitian Pasaribu (2008), menunjukkan bahwa penjualan / aktiva lancar (SALCA) berpengaruh dominan terhadap harga saham pada industri pertanian.
2.2.4.3 Pengaruh Saldo Laba / Total Aktiva (RETA) Terhadap Harga Saham
Sejauh mana pihak manajemen mampu mengelola saldo laba (retained earnings) perusahaan yang ada untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan mengakumulasi pendapatan dalam menggunakan total aktivanya. Apabila perusahaan tersebut mampu memanfaatkan aktivanya dengan saldo laba yang ada, maka perusahaan tersebut mampu mengendalikan modalnya tanpa perlu meminjam dari pihak luar (hutang). Hal ini disebabkan perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi mampu membiayai kegiatan usahanya dengan saldo laba yang dimilikinya, sehingga perusahaan tersebut akan menggunakan hutang dalam jumlah relatif sedikit. Perusahaan tersebut biasanya tergolong perusahaan yang sudah beroperasi cukup lama. Oleh karena itu, dengan adanya hal tersebut para investor yakin pada kinerja perusahaan yang baik dan kemudian mempertimbangkan menanamkan sahamnya di perusahaan tersebut sehingga harga saham kemungkinan akan terus meningkat dan apabila kinerja perusahaan semakin buruk dapat menyebabkan penurunan usaha atau kebangkrutan dan akan berpengaruh terhadap naik turunnya harga saham perusahaan tersebut. Penelitian ini telah dibuktikan oleh Handojo (2001) bahwa Retained earnings to total asset (RETA) berpengaruh signifikan baik secara parsial maupun simultan terhadap harga saham. Hasil penelitian lain menurut Fakhrurozie (2007), membuktikan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Z-Score Altman (RETA) berpengaruh terhadap harga saham sebesar 21,50 % sedangkan 78,50 % dipengaruhi faktor lain.
2.3 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori yang dijelaskan di atas, maka dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut :
Gambar 1
Kerangka Pemikiran
FAKTOR-FAKTOR FUNDAMENTAL
Pertumbuhan penjualan
(growth sales)
(X1)
Saldo laba / Total Aktiva
Retained Earnings To Total
Assets (x3)
Penjualan/ aktiva lancar
Sales to current assets
(x2)
Harga Saham
(Y)
Uji Regresi Linear Berganda
2.4 Hipotesis
Berdasarkan hubungan antara landasan teori terhadap rumusan masalah maka hipotesis atau dugaan sementara dari permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut :
H1 : Pertumbuhan penjualan (Growth Sales) berpengaruh signifikan secara parsial (individu) terhadap harga saham perusahaan industri barang konsumsi.
H2 : Penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets) berpengaruh signifikan secara parsial (individu) terhadap harga saham perusahaan industri barang konsumsi.
H3 : Saldo laba / total aktiva (Retained Earnings to Total Assets) berpengaruh signifikan secara parsial (individu) terhadap harga saham
perusahaan industri barang konsumsi.
H4 : Pertumbuhan penjualan (Growth Sales), penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets), dan saldo laba / total aktiva (Retained Earnings to Total Assets) berpengaruh signifikan secara simultan (bersama - sama) terhadap harga saham perusahaan industri barang konsumsi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Dalam menyelesaikan penelitian ini, ada beberapa definisi operasional dan pengukuran variabel yang digunakan sebagai berikut :
3.1.1 Definisi Operasional
a. Variabel Independen (X)
1) Pertumbuhan Penjualan (Growth Sales) (X1) Pertumbuhan penjualan (Growth Sales) adalah perubahan penjualan akibat terjadinya stabilitas peningkatan penjualan dari tahun ke tahun.
2) Penjualan / Aktiva Lancar (SALCA) (X2)
Penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets) adalah mengukur seberapa efisien suatu perusahaan memanfaatkan aktiva lancarnya dalam menghasilkan penjualan.
3) Saldo Laba / Total Aktiva (RETA) (X3)
Saldo laba / total aktiva (Retained Earnings to Total Assets) adalah mengukur pertumbuhan yang telah dibiayai melalui keuntungan sehingga hutang perusahaan tidak meningkat dan menunjukkan sejauh mana aktiva telah dibayar oleh keuntungan perusahaan.
.
b. Variabel Dependen (Y)
Harga saham adalah harga suatu perusahaan yang terdapat di pasar modal atau bursa efek yang nilainya tersebut ditentukan oleh investor (pelaku pasar).
3.1.2 Pengukuran Variabel
a. Variabel Independen (X)
1) Pertumbuhan Penjualan (Growth Sales) (X1) Pertumbuhan penjualan (Growth Sales) diukur dengan membandingkan antara penjualan tahun sekarang (tn) dikurangi penjualan tahun lalu (tn - 1) dibagi dengan total penjualan tahun lalu (tn - 1). Cara pengukuran skala yang digunakan adalah skala rasio dengan satuan ukur persentase (%). Dengan rumus sebagai berikut :
2) Penjualan / Aktiva Lancar (SALCA) (X2)
Penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets) diukur dengan membandingkan antara total penjualan dengan total aktiva lancar. Skala yang digunakan adalah skala rasio dengan satuan ukur persentase (%). Dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
b. Variabel Dependen (Y)
Harga saham yang digunakan adalah rata - rata harga saham penutupan (closing price) pada laporan keuangan tahunan yang dikeluarkan oleh perusahaan sektor industri barang konsumsi yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009. Skala yang digunakan adalah skala rasio dengan satuan ukur Rupiah (Rp).
3.2 Teknik Pengumpulan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2006 - 2009 (4 tahun).
3.2.2 Sampel
Sampel yang digunakan adalah perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2006 - 2009 (4 tahun). Dengan teknik penentuan sampel menggunakan metode purposive judgement sampling, yaitu populasi yang akan dijadikan sampel penelitian adalah yang memenuhi kriteria - kriteria sampel tertentu sesuai dengan yang diinginkan peneliti dan dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu disesuaikan dengan tujuan penelitian yang akan dicapai. Adapun sampel yang diambil harus memenuhi kriteria - kriteria sebagai berikut :
a. Perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
b. Perusahaan yang melaporkan secara publik laporan keuangan tahunan dalam tahun fiskal yang berakhir 31 Desember yang telah diaudit untuk masa tahun 2006 - 2009 (4 tahun).
c. Perusahaan industri barang konsumsi yang menggunakan saldo laba (retained earnings) yang belum ditentukan penggunaannya dan memiliki saldo laba (retained earnings) yang positif.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Jenis Data
Data yang dikumpulkan adalah berupa data sekunder, yaitu jenis data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber pertama (perusahaan). Data dalam penelitian ini berupa laporan keuangan dan harga saham perusahaan yang terpilih menjadi sampel serta data lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.3.2 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data laporan keuangan dan harga penutupan saham pada perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 melalui situs Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu situs www.idx.co.id, www.yahoofinance.com, dan Pusat Referensi Pasar Modal
(PRPM).
3.3.3 Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini dengan memperoleh data yang jelas dan akurat adalah dengan 3 (tiga) cara,
yaitu :
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Cara penelitian ini ditempuh untuk menentukan teori - teori sebagai
landasan penelitian yang didapat dari buku - buku bacaan, jurnal – jurnal penelitian, koran, dan literatur - literatur lainnya yang mendukung penelitian ini.
b. Penelitian Lapangan (Field Research)
Cara penelitian ini dilakukan dengan observasi langsung ke pojok Bursa Efek Indonesia (BEI) di Univesitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.
c. Dokumentasi
Cara pengumpulan data dilakukan dengan membuat salinan atau menggandakan data dari penelitian sebelumnya.
3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
3.4.1 Uji Asumsi Klasik
Pengujian persamaan regresi berganda harus memenuhi persyaratan uji asumsi klasik, yaitu bahwa pengambilan keputusan melalui uji t dan uji F tidak boleh bias. Asumsi klasik ini bermaksud untuk memastikan bahwa model yang diperoleh benar - benar memenuhi asumsi dasar dalam analisis regresi yang meliputi asumsi : terjadi normalitas, tidak terjadi multikolinearitas, tidak terjadi autokolerasi, tidak terjadi heteroskedastisitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, baik variabel dependen maupun variabel independen, keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah, model regresi yang mempunyai distribusi normal atau mendekati normal
(Ghozali, 2006: 147). Untuk membuktikan apakah data yang digunakan dalam penelitian ini terdistribusi normal dapat dilihat dari titik - titik pada grafik menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal pada grafik normal p-p plot. Apabila titik - titik pada grafik menyebar jauh dari arah garis diagonal pada grafik normal p-p plot maka, data tersebut tidak terdistribusi dengan baik atau tidak normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas merupakan salah satu alat uji asumsi regresi yang bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Jika terjadi korelasi maka terdapat masalah multikolinearitas. Uji multikolinearitas dilakukan dengan dengan menghitung nilai Variance Inflation Factor (VIF) tiap - tiap variabel independen dan melalui kolom Collinearity Statistics pada tabel Coefficients, jika nilai VIF ada di sekitar angka 1 dan nilai Tolerance mendekati angka 1, maka tidak terjadi multikolinearitas. Multikolinearitas terjadi jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) melebihi 10, dan jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) kurang dari 10 menunjukkan bahwa korelasi antar variabel independen masih bisa
ditolerir. Model regresi yang baik adalah model yang tidak terjadi multikolinearitas (Ghozali, 2006: 95). Dasar pengambilan keputusan :
1) VIF _ 10 : Antar variabel independen terjadi multikolinieritas.
2) VIF < 10 : Antar variabel independen tidak terjadi multikolinieritas.
c. Uji Autokolerasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu (error term) pada suatu periode dengan kesalahan pada periode sebelumnya yang biasanya terjadi karena menggunakan data time series. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (Ghozali, 2006: 99). Dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:
Tabel 2
Kriteria Pengambilan Keputusan Uji Autokolerasi
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas, dan sebaliknya jika varians berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas (Ghozali, 2006: 125). Untuk mengetahui ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam model regresi dapat dilihat pada grafik Scatterplot. Jika titik - titik dalam grafik menyebar tidak membentuk pola tertentu, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Dasar pengambilan keputusan:
1) Probabilitas > 0,05 : Bebas dari heteroskedastisitas.
2) Probabilitas < 0,05 : Terkena heteroskedastisitas.
3.4.2 Analisis Regresi Linear Berganda
Dalam penelitian ini pengujian menggunakan statistic deskriptif untuk menganalisis data. Analisis data yang digunakan adalah metode deskripti kuantitatif yang merupakan pencatatan data yang disertai angka - angka yang dapat memberikan gambaran yang objektif dari masalah yang dianalisis.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan regresi linear berganda dengan menggunakan 3 (tiga) variabel independen dan 1 (satu) variabel dependen. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh pertumbuhan penjualan (Growth Sales), penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets), dan saldo laba / total aktiva (Retained Earnings to Total Assets) terhadap harga saham dengan menggunakan metode regresi linear berganda yang menggunakan alat bantu SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17.0. Hal ini dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
Dimana :
Y : Harga saham (closing price)
α : Konstanta
ß1,ß2… ß4 : Koefisien regresi masing - masing variabel independent
X1 : Pertumbuhan penjualan (Growth Sales)
X2 : Penjualan / aktiva lancar (SALCA)
X3 : Saldo laba / total aktiva (RETA)
ϵ : Error term (residual)
3.4.3 Uji Hipotesis
Untuk menjawab hipotesis yang telah dibuat dapat digunakan metode analisis sebagai berikut :
a. Pengujian Parsial (Uji t)
Pengujian hipotesis secara parsial (individu) dengan menggunakan “uji t” yaitu dengan mencari “t hitung” dan membandingkan dengan “t tabel”. Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan apakah pengaruh dari variabel independen secara parsial (individu) memiliki pengaruh signifikan atau tidak dengan variabel dependen (Ghozali, 2006: 88). Dengan merumuskan hipotesis sebagai berikut :
Ho1 = Pertumbuhan penjualan (Growth Sales) tidak mempunyai pengaruh terhadap harga saham.
Ha1 = Pertumbuhan penjualan (Growth Sales) mempunyai pengaruh terhadap harga saham.
Ho2 = Penjualan / aktiva lancar (SALCA) tidak mempunyai pengaruh terhadap harga saham.
Ha2 = Penjualan / aktiva lancar (SALCA) mempunyai pengaruh terhadap harga saham.
Ho3 = Saldo laba / total aktiva (RETA) tidak mempunyai pengaruh terhadap harga saham.
Ha3 = Saldo laba / total aktiva (RETA) mempunyai pengaruh terhadap harga saham.
Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis adalah :
1) - Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak (ada pengaruh signifikan)
- Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima (tidak ada pengaruh signifikan)
Berdasarkan dasar signifikasi dengan kriteria sebagai berikut :
2) - Jika signifikasi > 0,05 maka Ho diterima
- Jika signifikasi < 0,05 maka Ho ditolak
b. Pengujian Simultan F (Uji F)
Pengujian hipotesis secara simultan (menyeluruh) dengan menggunakan “uji F” yaitu dengan mencari “F hitung” dan membandingkan dengan “F tabel”. Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan apakah pengaruh dari variabel independen secara simultan (menyeluruh) memiliki
pengaruh signifikan atau tidak dengan variabel dependen (Ghozali, 2006: 88).
Dengan merumuskan hipotesis sebagai berikut :
Ho = Pertumbuhan penjualan (Growth sales), penjualan / aktiva lancar (SALCA), dan saldo laba / total aktiva (RETA) tidak mempunyai pengaruh terhadap harga saham.
Ha = Pertumbuhan penjualan (Growth sales), penjualan / aktiva lancar (SALCA), dan saldo laba / total aktiva (RETA) mempunyai pengaruh terhadap harga saham.
Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis adalah :
1) - Jika F hitung > F tabel maka Ho ditolak (ada pengaruh signifikan)
- Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima (tidak ada pengaruh signifikan)
Berdasarkan dasar signifikasi dengan kriteria sebagai berikut :
2) - Jika signifikasi > 0,05 maka Ho diterima
- Jika signifikasi < 0,05 maka Ho ditolak
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa besar peranan variabel independen secara simultan (menyeluruh) mempengaruhi perubahan yang terjadi pada variabel dependen (Ghozali, 2006: 87). Dengan merumuskan hipotesis sebagai berikut :
Ho : b1 = b2 = b3 = 0, diduga tidak terdapat pengaruh variable pertumbuhan penjualan (Growth sales), penjualan / aktiva lancar (SALCA) dan saldo laba / total aktiva (RETA) terhadap variabel
harga saham. Ha : b1 = b2 = b3 = 0, diduga terdapat pengaruh variabel pertumbuhan penjualan (Growth sales), penjualan / aktiva lancar (SALCA) dan saldo laba / total aktiva (RETA) terhadap variabel harga saham.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan industri barang konsumsi periode 2006 – 2009 (4 tahun). Berikut ini nama - nama perusahaan yang menjadi objek penelitian adalah sebagai berikut :
Tabel 3
Daftar Perusahaan Industri Barang Konsumsi
Tahun 2006 – 2009
Sumber : www.idx.co.id
Perusahaan - perusahaan di atas terpilih dari populasi yang ada berdasarkan kriteria - kriteria yang telah ditetapkan dengan menggunakan metode purposive judgement sampling.
4.2 Deskriptif Hasil Penelitian
4.2.1 Harga Saham
Harga Saham diperoleh dari rata - rata harga saham penutupan (closing price) pada laporan keuangan tahunan yang dikeluarkan oleh 12 perusahaan sektor industri barang konsumsi yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 adalah sebagai berikut :
Tabel 4
Harga Saham
Perusahaan Industri Barang Konsumsi
Tahun 2006 – 2009
Berdasarkan tabel 4 di atas, menunjukkan bahwa harga saham yang terjadi di 12 perusahaan industri barang konsumsi dilihat berdasarkan rata - rata harga saham penutupan (closing price) setiap akhir periode (tahunan). Karena harga saham penutupan merupakan harga saham yang terakhir dalam transaksi perdagangan. Harga saham pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, PT. Multi Bintang Indonesia Tbk, PT. Ultra Jaya Milk Tbk, PT. Unilever Indonesia Tbk mengalami kenaikan harga saham dari tahun ke tahun. Hal itu membuktikan bahwa kinerja perusahaan - perusahaan tersebut berkembang sangat baik sedangkan perusahaan lainnya masih mengalami fluktuasi harga saham dari tahun ke tahun. Namun, hal itu tidak terlalu signifikan (berarti) karena masih dalam batas normal.
4.2.2 Pertumbuhan Penjualan (Growth Sales)
Besarnya suatu pertumbuhan penjualan diukur dengan membandingkan antara selisih total penjualan tahun sekarang (tn) dikurangi penjualan tahun lalu (tn - 1) dibagi dengan total penjualan tahun lalu (tn - 1). Besarnya pertumbuhan penjualan dari 12 perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006 -
2009 adalah sebagai berikut :
Tabel 5
Pertumbuhan Penjualan (Growth Sales)
Perusahaan Industri Barang Konsumsi
Tahun 2006 – 2009
Berdasarkan tabel 5 di atas, menunjukkan bahwa hasil pertumbuhan penjualan (Growth Sales) pada 12 perusahaan industri barang konsumsi dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan yang stabil. Pertumbuhan penjualan adalah perubahan penjualan pada laporan keuangan per tahun, pertumbuhan berkaitan dengan bagaimana terjadinya stabilitas peningkatan penjualan ke depan dan pertumbuhan penjualan yang di atas rata - rata bagi suatu perusahaan pada umumnya didasarkan pada pertumbuhan cepat yang diharapkan dan industri dimana perusahaan beroperasi (Fabozzi, 2000: 881).
Terbukti bahwa pada tahun 2006 sampai 2009 tidak terlalu banyak perusahaan yang mengalami pertumbuhan yang negatif. Hal itu disebabkan bahwa tingkat penjualan pada perusahaan industri barang konsumsi hamper tidak terpengaruh oleh fluktuasi perekonomian yang buruk, melainkan
perusahaan tersebut akan tetap eksis dan bertahan, hal itu disebabkan oleh produk yang dihasilkannya. Karena permintaan akan produk yang dihasilkan perusahaan manufaktur akan tetap stabil walaupun ada suatu penurunan tetapi tidak akan berpengaruh terhadap aktivitas perusahaan dalam menghasilkan laba yang optimal. Walaupun pada tahun 2006 PT. Delta Djakarta Tbk mengalami pertumbuhan penjualan yang negatif -8% tetapi pada tahun - tahun berikutnya menunjukkan tingkat pertumbuhan penjualan yang positif. Hal itu, disebabkan
faktor tingkat penjualan yang lebih kecil dari tahun sebelumnya. Dan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk mengalami penurunan pertumbuhan penjualan pada tahun 2009 sebesar -4% karena disebabkan buruknya perekonomian di tahun 2008, sehingga berdampak pada tahun 2009.
4.2.3 Penjualan / Aktiva Lancar (Sales to Current Assets)
Penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets) diukur dengan membandingkan antara penjualan dengan aktiva lancar. Besarnya penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets) dari 12 perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006 - 2009 adalah sebagai berikut :
Tabel 6
Penjualan / Aktiva Lancar (Sales to Current Assets)
Perusahaan Industri Barang Konsumsi
Tahun 2006 – 2009
Berdasarkan tabel 6 di atas, menunjukkan bahwa hasil penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets) pada 12 perusahaan industri barang konsumsi mengalami tingkat efisiensi yang cukup baik, karena tidak terdapat rasio penjualan / aktiva lancar (SALCA) yang bernilai negatif. Sehingga dapat diartikan bahwa nilai penjualan jauh lebih besar dari aktiva lancar. Karena rasio penjualan / aktiva lancar (sales to current assets) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa efisien penggunaan dana perusahaan yang dikeluarkan pada aktiva lancarnya dalam menghasilkan suatu penjualan (Tampubolon, 2005: 35). PT. Delta Djakarta Tbk, memiliki nilai rasio terendah diantara perusahaan - perusahaan lain. Hal itu menunjukkan bahwa perusahaan tersebut kurang efisien dalam menggunakan aktivanya untuk menghasilkan penjualan dibandingkan perusahaan - perusahaan lain. PT. Unilever Indonesia Tbk, memiliki nilai rasio yang tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mempunyai tingkat
efisiensi tertinggi dalam menggunakan aktivanya untuk menghasilkan penjualan dibandingkan perusahaan - perusahaan lainnya.
4.2.4 Saldo Laba / Total Aktiva (Retained Earnings to Total Assets)
Saldo laba / Total aktiva ( Retained Earnings to Total Assets) diukur dengan membandingkan antara saldo laba dengan total aktiva. Besarnya saldo laba / total aktiva (Retained Earnings to Total Assets) dari 12 perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006 - 2009 adalah sebagai berikut :
Tabel 7
Saldo Laba / Total Aktiva (Retained Earnings to Total Assets)
Perusahaan Industri Barang Konsumsi
Tahun 2006 – 2009
Berdasarkan tabel 7 di atas, menunjukkan bahwa saldo laba / total aktiva (Retained Earnings to Total Assets) pada 12 perusahaan industri barang konsumsi mengalami kondisi yang cukup baik dari tahun 2006 sampai 2009 karena tidak ada hasil rasio yang bernilai negatif. Hal itu disebabkan dari lamanya perusahaan tersebut berdiri, karena dengan semakin lama perusahaan
tersebut berdiri maka semakin banyak saldo laba (retained earnings) yang di dapat dalam perusahaan, demikian sebaliknya. Kecuali pada awal saat perusahaan tersebut berdiri memiliki laba sangat besar. Dapat dilihat pada perusahaan yang memiliki saldo laba / total aktiva
(RETA) rata - rata di atas 50%, yaitu : PT Delta Djakarta Tbk, PT Merck Tbk, PT Kalbe Farma Tbk, PT Mandom Indonesia Tbk, PT Tempo Scan Pasific Tbk. Hal itu, dikarenakan perusahaan - perusahaan tersebut memiliki kemampuan dalam memperoleh saldo laba (retained earnings) lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan - perusahaan lainnya. Walaupun pada PT. Unilever Indonesia dan PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk, tidak menunjukkan hasil rasio kurang dari 50%, tetapi perusahaan tersebut masih menunujukkan kenaikan saldo laba / total aktiva (RETA) yang terus meningkat dari tahun 2006 sampai 2009. Karena kemampuan memperoleh saldo laba (retained earnings) oleh perusahaan - perusahaan ini tidak terlepas dari umur perusahaan tersebut. Dengan demikian dari hasil saldo laba / total aktiva (RETA) bahwa tidak ada perusahaan di atas yang bernilai negatif. Hal itu mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut selalu mengalami laba bersih atau memperoleh keuntungan. Karena dengan adanya keuntungan akan memperbesar retained earnings yang berarti akan memperbesar modal sendiri, sebaliknya adanya kerugian yang diderita akan memperkecil retained earnings yang berarti akan memperkecil modal sendiri (Riyanto, 2001: 244). Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan bahwa perusahaan - perusahaan tersebut dapat menggunakan retained earnings untuk membiayai
aktiva tetap dari modal sendiri dibandingkan meminjam dari modal asing yang kemungkinan akan menambah tingkat solvabilitas perusahaan.
4.3 Hasil Analisis dan Pengujian Hipotesis
4.3.1 Pengujian Asumsi Klasik
Untuk menguji kesalahan model regresi yang digunakan dalam penelitian, maka harus dilakukan pengujian asumsi klasik sebagai berikut :
e. Hasil Uji Normalitas
Untuk menguji apakah dalam model regresi, baik variabel dependen maupun variabel independen mempunyai distribusi normal atau tidak. Pengujian ini menggunakan grafik normal plot sebagai berikut :
Gambar 2
Hasil Uji Normalitas
Berdasarkan gambar 2 di atas, dapat dilihat bahwa titik - titik pada grafik menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal pada grafik normal p-p plot sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi uji normalitas. Jadi, data yang digunakan sangat baik.
f. Hasil Uji Multikolinieritas
Untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Hasil perhitungan dapat dilihat melalui kolom Collinearity Statistics pada tabel Coefficients. Jika nilai VIF ada di sekitar angka 1 dan nilai Tolerance mendekati angka 1, maka tidak terjadi multikolinearitas. Multikolinearitas terjadi jika nilai Variance Inflatio Factor (VIF) melebihi 10. Hasil pengujian terlihat pada tabel sebagai berikut :
Berdasarkan tabel 8 di atas, menunjukkan bahwa tidak ada satu variabel bebas yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0.10. Kondisi tersebut berarti bahwa tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%. Hasil perhitungan VIF juga menunjukkan kondisi yang sama, yaitu semua variabel bebas (independen) memiliki nilai VIF di bawah 10. Nilai Variance Inflation Factor (VIF) dari masing - masing variable independen, yaitu pertumbuhan penjualan (Growth Sales) sebesar 1.030 , penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets) sebesar 1.029, dan saldo laba / total aktiva (Retained Earnings to Total Assets) sebesar 1.048, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel independen pada penelitian ini tidak terdapat adanya indikasi gejala multikolinearitas.
g. Hasil Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu (error term) pada periode sebelumnya yang biasanya terjadi karena menggunakan data tim series. Hasil pengujian terlihat pada tabel sebagai berikut :
Berdasarkan tabel 9 di atas, dapat diketahui bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai Durbin-Watson sebesar 1,794. Dengan nilai Durbin-Watson pada model penelitian berada pada nilai antara du < DW < 4 - du yaitu nilai Durbin-Watson lebih besar dari batas atas (du) dengan nilai du sebesar 1,674 dan kurang dari 4 – 1,674. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak bisa menolak H0 (H0 diterima). Jadi, tidak terdapat autokorelasi positif dan negatif pada penelitian ini.
h. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk mengetahui ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam model regresi dapat dilihat pada grafik Scatterplot. Jika titik - titik dalam grafik menyebar tidak membentuk pola tertentu, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil pengujian heteroskedastisitas terlihat pada gambar sebagai berikut :
Gambar 3
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Berdasarkan hasil pengujian heteroskedastisitas pada gambar 3, menunjukkan bahwa tidak adanya pola tertentu dalam grafik scatterplot, kondisi tersebut dapat dilihat dari penyebaran data (titik) yang terjadi secara acak, baik di bawah maupun di atas nol pada sumbu Y, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa model regresi dinyatakan baik dan layak untuk digunakan, karena tidak terjadi heteroskedastisitas. Kesimpulan yang didapat dari analisis data tersebut adalah tidak terdapat adanya gejala heteroskedastisitas dalam penelitian ini.
4.3.2 Analisis Regresi Linear Berganda
Dalam penelitian ini menggunakan statistic deskriptif untuk menganalisis data. Analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif yang merupakan pencatatan data yang disertai angka - angka yang dapat memberikan gambaran yang objektif dari masalah yang dianalisis. Persamaan regresi linear berganda untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh pertumbuhan penjualan (Growth Sales), penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets), dan saldo laba / total aktiva (Retained Earnings to Total Assets) terhadap harga saham dengan menggunakan metode regresi linear berganda. Data - data yang dipakai untuk mengetahui nilai - nilai variable berdasarkan hasil pengolahan data dengan bantuan SPSS (Statistical Product
and Service Solutions) versi 17.0 diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut :
Berdasarkan tabel 10 di atas, dapat diketahui bahwa jumlah data dalam penelitian ini sebanyak 48. Dapat dilihat bahwa harga saham dari 12 perusahaan industri barang konsumsi terdapat nilai minimum sebesar Rp. 131, nilai maksimum harga saham sebesar Rp. 108004, dan rata - rata dari harga saham sebesar Rp. 14383,3. Pada pertumbuhan penjualan (Growth_SAL) bahwa terdapat nilai minimum sebesar -0,08 atau 8 %, nilai maksimum sebesar 0,53 atau 53%, serta nilai rata - rata pertumbuhan penjualan sebesar 0,1698 atau 16,98%. Penjualan / aktiva lancar (SALCA) bahwa terdapat nilai minimum sebesar 0,96 atau 96%, nilai maksimum sebesar 18,75 atau 187,5%, serta nilai rata - rata sebesar 2.8654 atau 286,54 %. Saldo laba / total aktiva (RETA) bahwa terdapat nilai minimum 0,03 atau 3%, nilai maksimum sebesar 0,75 atau 75%, serta nilai rata - rata sebesar 0,4231 atau 42,31%.
Berdasarkan dari tabel 11 di atas, dapat menghasilkan rumus persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :
Y = 2.650 + 0.213 Growth SAL+ 0.044 SALCA+ 1.815 RETA
Dari persamaan regresi di atas dapat dilihat bahwa konstanta sebesar 2.650. Jadi, apabila tidak ada variabel pertumbuhan penjualan (Growth SAL), penjualan / aktiva lancar (SALCA), saldo laba / total aktiva (RETA) bernilai konstan, maka harga saham sebesar Rp. 2.650. Dari persamaan regresi dari variabel pertumbuhan penjualan (Growth SAL) sebesar 0,213 atau 21,3%. Jadi, dengan tingkat pertumbuhan pertumbuhan dapat meningkatkan harga saham sebesar 21.3% dengan asumsi bahwa variabel lainnya bernilai konstan. Dari persamaan regresi dari penjualan / aktiva lancar (SALCA) sebesar 0,044 atau 4,4%. Jadi, dengan tingkat efisiensi tinggi yang dihasilkan dari penjualan / aktiva lancar (SALCA) dapat meningkatkan harga saham sebesar 4.4% dengan asumsi bahwa variabel lainnya bernilai konstan. Dari persamaan regresi dari saldo laba / total aktiva (RETA) sebesar 1,815 atau 181,5%. Jadi, dengan meningkatnya saldo laba / total aktiva (RETA) dapat meningkatkan profitabilitas yang tinggi pula yang dapat meningkatkan harga saham sebesar 181,5 % dengan asumsi bahwa variable lainnya bernilai konstan.
4.3.3 Pengujian Hipotesis
a. Pengujian Parsial (uji t)
Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara parsial (individu) memiliki pengaruh yang signifikan atau tidak dengan variabel dependen. Berikut ini hasil uji t dengan menggunakan pengujian statistik
SPSS (Statistical Product and Service Solutions).
Berdasarkan tabel 12 di atas, dapat dijelaskan hasil dari pengujian secara parsial (individu) sebagai berikut :
1. Untuk variabel pertumbuhan penjualan (Growth Sales) nilai t hitung sebesar 0,237 < nilai t tabel sebesar 1,677 dengan tingkat signifikasi lebih dari 0,05 yaitu 0,814. Maka Ho1 diterima, jadi variable pertumbuhan penjualan (growth sales) tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
2. Untuk penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets) nilai t hitung sebesar 1,054 < nilai t tabel sebesar 1,677 dengan tingkat signifikasi lebih dari 0,05 yaitu 0,297. Maka Ho2 diterima, jadi variabel penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets) tidak berpengaruh signifikan
terhadap harga saham.
3. Untuk saldo laba / total aktiva (Retained Earnings to Total Assets) nilai t hitung sebesar 3,786 > nilai t tabel sebesar 1,677 dengan tingkat
signifikasi kurang dari 0,05 yaitu 0,000. Maka Ho3 ditolak, jadi variabel saldo laba / total aktiva (Retained Earnings to Total Assets) berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
b. Pengujian Simultan (uji F)
Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara simultan (bersama - sama) memiliki pengaruh yang signifikan atau tidak dengan variabel dependen. Berikut ini hasil uji F dengan menggunakan pengujian statistic SPSS (Statistical Product and Service Solutions).
Berdasarkan tabel 13 di atas, hasil uji ANOVA (Analysis of Varians) atau pengujian simultan (bersama - sama), menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 4,906 > F tabel 2,60 sebesar dengan tingkat signifikasi kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,005. Maka Ho ditolak, Jadi pertumbuhan penjualan (Growth Sales), penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets), dan saldo laba / total aktiva (Retained Earnings to Total Assets) mempunyai pengaruh signifikan secara simultan (bersama - sama) terhadap harga saham.
c. Pengujian Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) berguna untuk mengukur seberapa besar peranan variabel independen secara bersama - sama menjelaskan perubahan yang terjadi pada variabel dependen yaitu harga saham.
Berdasarkan tabel 14 di atas, dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi (R2) dari Adjusted R Square adalah sebesar 0,200 atau 20% sehingga dapat disimpulkan bahwa 20% harga saham dapat dijelaskan oleh variabel pertumbuhan penjualan (Growth Sales), penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets), dan saldo laba / total aktiva (Retained Earnings to Total Assets), sedangkan sisanya 80% dipengaruhi oleh factor lain diluar penelitian ini.
4.4 Pembahasan
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, maka hasil pembahasan penelitian ini dari faktor - faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham pada perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2006 - 2009 dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Hipotesis 1 (H1) : Pertumbuhan penjualan (growth sales) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham perusahaan industri barang konsumsi. Berdasarkan hasil pengujian, dapat disimpulkan bahwa variable pertumbuhan penjualan (Growth Sales) nilai t hitung sebesar 0,237 < nilai t tabel sebesar 1,677 dengan tingkat signifikasi lebih dari 0,05 yaitu 0,814. Maka H1 (hipotesis 1) ditolak, jadi variabel pertumbuhan penjualan (growth sales) tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham. Hasil penelitian ini, mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kesuma (2009) bahwa pertumbuhan penjualan mempunyai pengaruh terkecil diantara variabel penelitiannya terhadap harga saham, yaitu hanya sebesar 12% dan penelitian Aziz (2005) yang menyatakan pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh signifikan secara simultan tehadap harga saham. Dari hasil penelitian ini, pertumbuhan penjualan suatu produk dari emiten tergantung dari daur hidup produk (product life cycle), hal ini disebabkan produk yang dihasilkan perusahaan telah masuk ke tahap kedewasaan tumbuh (growth maturity), dimana tingkat pertumbuhan penjualan mulai menurun. Maka, dengan adanya penurunan pertumbuhan
penjualan diharapkan banyak produsen mempunyai banyak produk untuk dijual. Hal tersebut dikarenakan atas kebutuhan konsumen terhadap suatu produk berbeda - beda. Oleh karena itu, dengan naik atau turunnya tingkat pertumbuhan penjualan belum tentu dapat menaikkan harga saham. Karena bisa jadi dengan naiknya tingkat penjualan tetapi harga saham tetap stabil
atau sebaliknya.
b. Hipotesis 2 (H2) : Penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham perusahaan industri barang konsumsi. Berdasarkan hasil pengujian, dapat disimpulkan bahwa variabel
penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets) nilai t hitung sebesar 1,054 < nilai t tabel sebesar 1,677 dengan tingkat signifikasi lebih dari 0,05 yaitu 0,297. Maka H2 (hipotesis 2) ditolak, jadi variabel penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets) tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham. Dari hasil penelitian ini, membuktikan bahwa perusahaan industry barang konsumsi kurang begitu baik menggunakan Sales to Current Assets
(SALCA), karena kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva lancar tidak mampu menghasilkan suatu penjualan sehingga menyebabkan kurangnya dana untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan. Oleh karena itu, tingkat efisiensi yang dihasilkan dari penjualan terhadap aktiva lancar belum tentu menimbulkan suatu persepsi bagi para investor bahwa perusahaan tersebut mampu memanfaatkan aktiva lancarnya dalam menghasilkan suatu penjualan. Tetapi, hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa masih banyak sektor industri lainnya yang menjadi pertimbangan dalam menjelaskan SALCA, seperti industri dasar dan kimia dan industry pertambangan. karena hasil penelitian terhadap sektor industri lainnya telah dibuktikan oleh Pasaribu (2008), yang menunjukkan bahwa Sales to Current Assets (SALCA) berpengaruh secara dominan terhadap harga saham di sektor industri pertanian.
c. Hipotesis 3 (H3) : Saldo laba / total aktiva (Retained Earnings to Total Assets) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham perusahaan industri barang konsumsi. Berdasarkan hasil pengujian, dapat disimpulkan bahwa variable saldo laba / total aktiva (Retained Earnings to Total Assets) nilai t hitung sebesar 3,786 > nilai t tabel sebesar 1,677 dengan tingkat signifikasi kurang dari 0,05 yaitu 0,000. Maka H3 (hipotesis 3) diterima, jadi variabel saldo laba / total aktiva (Retained Earnings to Total Assets) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Handojo (2001), bahwa Retained earnings to total asset (RETA) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap harga saham. Dari penelitian ini, membuktikan bahwa perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi mampu membiayai kegiatan usahanya dengan saldo laba yang dimilikinya, sehingga perusahaan tersebut akan menggunakan hutang dalam jumlah relatif sedikit. Oleh karena itu,
perusahaan yang memiliki saldo laba yang tinggi biasanya tergolong perusahaan yang sudah beroperasi cukup lama sehingga para investor yakin pada kinerja perusahaan yang baik kemudian mempertimbangkan menanamkan sahamnya di perusahaan tersebut sehingga harga saham akan terus meningkat dan apabila kinerja perusahaan semakin buruk dapat menyebabkan penurunan usaha atau kebangkrutan dan akan berpengaruh terhadap naik turunnya harga saham perusahaan tersebut.
d. Hipotesis 4 (H4) : Pertumbuhan penjualan (Growth Sales), penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets), dan saldo laba / total aktiva (Retained Earnings to Total Assets) berpengaruh
signifikan secara simultan terhadap harga saham perusahaan industri barang konsumsi.
Berdasarkan hasil pengujian, dapat disimpulkan bahwa variable faktor - faktor fundamental yang menunjukkan bahwa nilai F hitung sebes 4,906 > F tabel sebesar 2,60 dengan tingkat signifikasi kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,005. Maka H4 (hipotesis 4) diterima. Jadi, pertumbuhan penjualan (Growth Sales), penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets), dan saldo laba / total aktiva (Retained Earnings to Total Assets) mempunyai pengaruh signifikan secara simultan (bersama - sama) terhadap harga saham.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Handojo (2001) bahwa Retained earnings to total asset (RETA) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap harga saham. Walaupun dari penelitian ini variabel - variabel independen yang digunakan berbeda - beda dengan penelitian
sebelumnya, akan tetapi hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya, yaitu secara simultan (bersama - sama) faktor - faktor fundamental terdiri dari : pertumbuhan penjualan (Growth Sales), penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets), dan saldo laba / total aktiva (Retained Earnings to Total Assets) berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
Jadi, seorang investor jangan terlalu menggunakan pedoman dari kondisi internal perusahaan saja sebagai tolak ukur dalam melakukan investasi saham, tetapi harus memperhatikan juga kondisi eksternal perusahaan yang kemungkinan akan memberikan pengaruh dalam memprediksi harga saham di masa mendatang.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan analisis dan pengujian hipotesis mengenai faktor - faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham pada perusahaan industry barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk tahun 2006 – 2009. Hasil dan pembahasan yang digunakan sesuai dengan tujuan hipotesis yang dilakukan dengan analisis regresi linear berganda, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Secara parsial (individu) dari faktor - faktor fundamental yang terdiri dari pertumbuhan penjualan (Growth SAL) tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham dengan hasil nilai t hitung 0,237 < nilai t tabel 1,677 dengan tingkat signifikasi sebesar 0,814, penjualan / aktiva lancar (SALCA) tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham dengan hasil t hitung 1,054
< nilai t tabel 1,677 dengan tingkat signifikasi sebesar 0.297, dan saldo laba / total aktiva (RETA) berpengaruh signifikan terhadap harga saham dengan hasil t hitung 3,786 > nilai t tabel 1,677 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000.
b. Secara simultan (bersama - sama) dari faktor - faktor fundamental yang terdiri dari pertumbuhan penjualan (Growth SAL), penjualan / aktiva lancar (SALCA), dan saldo laba total aktiva (RETA) berpengaruh signifikan terhadap harga saham dengan hasil F hitung sebesar 4,906 > F tabel sebesar 2,60 dengan tingkat signifikasi sebesar 0.005.
c. Secara uji koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa besar peranan variabel independen terhadap variabel dependen. Dapat dilihat dari tabel koefisien determinasi (R2) adalah sebesar 0,200 atau 20 % sehingga dapat disimpulkan bahwa 20% harga saham dapat dijelaskan oleh variabel pertumbuhan penjualan (Growth SAL), penjualan / aktiva lancar
(SALCA), dan saldo laba / total aktiva (RETA) sedangkan sisanya sebesar 80% dipengaruhi faktor lain di luar penelitian ini.
d. Model regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini dinilai sudah cukup layak untuk digunakan, karena telah memenuhi seluruh pengujian asumsi klasik, yang meliputi : terjadi normalitas, tidak ada multikolinearitas, tidak ada autokorelasi dan tidak ada heteroskedastisitas.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan dari hasil penelitian, penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, ada beberapa hal yang menjadi keterbatasan penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
a. Penelitian ini hanya menggunakan 3 variabel independen, yaitu pertumbuhan penjualan (Growth SAL), penjualan / aktiva lancar (Sales to Current Assets), dan saldo laba / total aktiva (Retained Earnings to Total Assets).
b. Sampel perusahaan yang diambil hanya perusahaan industri barang konsumsi, tidak mencakup seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
c. Jangka waktu periode penelitian ini hanya dari tahun 2006 sampai dengan 2009 (4 tahun).
5.3 Saran
Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan di atas, maka saran yang dapat diberikan untuk perbaikan penelitian selanjutnya, diharapkan data harga saham yang digunakan adalah data harga saham 5 hari atau 7 hari setelah laporan keuangan diterbitkan (Publikasi) dan mencakup seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan jangka waktu observasi yang lebih panjang. Sebaiknya, lebih memperhatikan faktor - faktor eksternal perusahaan (tingkat inflasi, pergerakan nilai tukar mata uang, tingkat suku bunga, kondisi politik, kondisi keamanan negara) dan ekspektasi (kondisi ekonomi regional) serta variabel - variabel independen lain yang lebih memiliki pengaruh terhadap harga saham, karena setiap perusahaan memiliki suatu
kepentingan perusahaan masing - masing dalam menentukan rasio yang paling cocok atau mendukung perusahaan tersebut dalam menganalisis laporan keuangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Almilia, Luciana Spica dan Emanuel Kristijadi. 2003.”Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia
(JAAI). Vol. 7, No. 2.
Anastasia, Njo, dkk. 2003. “Analisis Faktor Fundamental dan Resiko Sistematik Terhadap Harga Saham Properti di BEJ”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan.
Vol. 5, No. 2, Hal. 123 - 132.
Anonim. 2008. Pedoman Penyusunan Usulan Penelitian dan Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jakarta.
Anoraga, Pandji dan Piji Pakarti. 2006. Pengantar Pasar Modal. Rineka cipta. Jakarta. Arifin, Ali . 2006. Membaca Saham. Andi. Yogyakarta.
Darmadji, Tjiptono dan Hendy M. Fakhrudin. 2006. Pasar Modal di Indonesia : Pendekatan Tanya Jawab, Edisi kedua. Salemba Empat. Jakarta.
Fabozzi, J. Frank. 2000. Manajemen Investasi. Buku II. Salemba Empat. Jakarta.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi keempat. Badan Penerbit Universitas Diponegoro (BPUD). Semarang.
Gunawardana, D Kennedy, et al., 2005. “Logistic Regression Model for Business Failures Prediction of Technology Industry in Thailand”. Special Issue of the International Journal of the Computer, the Internet and Management, Vol. 13, No. SP2.
Halim, Abdul. 2005. Analisis Investasi. Edisi kedua. Salemba empat. Jakarta.
Harahap, Sofyan Safri. 2006. Teori Akuntansi : Laporan keuangan. Edisi pertama. Bumi Aksara. Jakarta.
Harahap, Zulkifli dan Pasaribu Agusni. 2007. “Pengaruh Faktor Fundamental Dan Resiko Sistematik Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Mepa Ekonomi.
Harjito, Agus. 2009. Keuangan Perilaku Menganalisis Keputusan Investor. Edisi pertama. EKONISIA. Yogyakarta.
Hermansyah, Iwan dan Ariesanti, Eva. 2008. “Pengaruh Laba Bersih Terhadap Harga Saham“ (Sensus Pada Perusahaan Food and Beverage yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta). Jurnal Akuntansi FE Unsil, Vol. 3, No. 1.
Husnan, Suad. 2001. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi Ketiga. AMP YKPN. Yogyakarta.
Ismiati, Yuli. 2003. ”Harga Saham-Analisis Faktor Fundamental Yang Mempengaruhi Saham Manufaktur di Bursa Efek Jakarta”. Research from JIPTUMM. Dept. of Economic and Development Studies.
Kesuma, Ali. 2009. “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Serta Pengaruhnya Terhadap Harga Saham Perusahaan Real Estate yang Go Public di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 11, No. 1, Hal.38 - 45.
Martono dan Agus Harjito. 2007. Manajemen Keuangan. Edisi pertama, cetakan keenam. EKONISIA. Yogyakarta.
Natarsyah, Syahib. 2000. “Analisis Pengaruh Beberapa Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik terhadap Harga Saham (Kasus Industri Barang Konsumsi yang Go Publik di Pasar Modal Indonesia)”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, volume 15/3.
Navas, Javier F. 2007. ”Voluntary Liquidations: An Empirical Study”. Revista Europea de DirecciÓny Economia de la Empresa, Vol. 16, Num. 2, pp.53 -60.
Orniati, Yuli. 2009. “Laporan Keuangan sebagai Alat untuk Menilai Kinerja Keuangan”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. No. 3, Hal. 206 – 213.
Pasaribu, Rowland Bismark Fernando. 2008. ”Pengaruh Variabel Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Go Public Di BEI”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. 2, No. 2, Hal 101-103.
Samsul, Mohamad. 2006. Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Erlangga. Jakarta.
Sasongko, Noer dan Wulandari, Nila. 2006. “Pengaruh Eva dan Rasio – Rasio Profitabilitas Terhadap Harga Saham”. Empirika, Vol. 19, No.1, Hal 64 - 80.
Sawir, Agnes. 2005. Kinerja Keuangan dan perencanaan keuangan perusahaan. Cetakan kelima. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Seno, Prasono Dwi Wenjo. 2009. Analisis Pengaruh Earnings Per Share (EPS) dan Pertumbuhan Penjualan Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Tekstil dan Garmen yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Skripsi FE S-1 Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”, Jakarta.
Subiyantoro, Edi dan Fransisca Andreani. 2003. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham” (Kasus Perusahaan Jasa Perhotelan yang Terdaftar di Pasar Modal Indonesia). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 5, No. 2, hal. 171 – 180.
Sunariyah. 2004. Pengetahuan Pasar Modal. UPP AMP YKPN, Jakarta.
Tampubolon, Manahan. 2005. Manajemen Keuangan (Finance Management), Cetakan pertama, Ghalia Indonesia. Bogor.
Tarigan, Sony Abimanyu dan Hasan Sakti Siregar. 2009. “Analisia Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia(BEI) pada tahun 2005 - 2007”. Jurnal Akuntansi USU.
Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi pertama. Kanisius (anggota IKAPI). Yogyakarta.
Toha, Asep. 2010. ”Bereskan Infrastruktur Selagi Pasar Bergairah”. Media Indonesia,
22 Juli, Hal. 13.
Van Horne, James. C dan Wachowicz, John M. 2005. Dasar - Dasar Manajemen Keuangan. (Buku 2, Terjemahan). Salemba Empat, Jakarta.
Zeitun, Rami, et al., 2007. ”Default Probability for the Jordanian Companies: A Test of Cash Flow Theory”. Journal of Finance and Economics. Issue 8.
Jakarta Stock Exchange, 2010. http:// www.idx.co.id , “Laporan Keuangan Tahunan”, diunduh 22 September 2010, pukul 20:05 wib.
Jakarta Stock Exchange, 2010. http:// www.bapepam.go.id , “ Bursa Efek Indonesia”, diunduh 10 Oktober 2010, 21 Desember, Pukul 15:22 wib.
Yahoo! Indonesia, 2009. http:// www.vivanews.com, “Valuasi Saham Mayora Masih Murah“, diunduh 2 Desember 2010, pukul 20:15 wib.
0 Response to "Tugas Kuliah Makalah Pasar Modal"
Post a Comment
Jika Postingan ini membantu kamu, ayo tinggalkan sedikit komentar agar Admin lebih bersemangat untuk terus menyediakan tulisan-tulisan yang bermanfaat bagi orang lain :)